Entri Populer

Total Tayangan Halaman

Selasa, 06 Januari 2009

SI PENCURI MIMPI

Ada seorang gadis muda yang sangat suka menyayi. Kepandaiannya menyanyi sangat menonjol dibanding dengan rekan-rekannya, sehingga dia seringkali menjadi juara di berbagai perlombaan yang diadakan. Dia berpikir, dengan apa yang dimilikinya saat ini, suatu saat apabila dewasa nanti dia ingin menjadi penyanyi kelas dunia. Dia membayangkan dirinya menyanyi di Rusia, Cina, Amerika, Jepang, serta ditonton oleh ribuan orang yang memberi tepukan kepadanya.
Suatu hari, dikotanya dikunjungi oleh seorang pemandu bakat untuk mencari vokalis sebuah choir yang berasal dari luar negeri. Pemandu bakat ini sangatlah hebat, dan dari tangan dinginnya telah banyak dilahirkan vokalis kelas dunia. Gadis muda ini ingin sekali menyanyi dan menunjukkan kebolehannya di depan sang Pemandu bakat tersebut, bahkan jika mungkin memperoleh kesempatan sebagai salah satu vokalisnya. Akhirnya kesempatan itu datang juga. Si gadis muda berhasil menjumpai sang Pemandu bakat di belakang panggung, seusai sebuah pagelaran musik. Si gadis muda bertanya: “Pak, saya ingin sekali menjadi vokalis kelas dunia. Apakah anda punya waktu sejenak, untuk menilai saya menyanyii? Saya ingin tahu pendapat anda tentang suara saya”. “Oke, menyanyilah di depan saya satu lagu kesukaanmu”, jawab sang Pemandu bakatr. Belum lagi satu lagu berlalu, sang Pemandu bakat berdiri dari kursinya, lalu berlalu meninggalkan si gadis muda begitu saja, tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Betapa hancur si gadis muda melihat sikap sang Pemandu Bakat. Si gadis langsung berlari keluar. Pulang ke rumah, dia langsung menangis tersedu-sedu. Dia menjadi benci terhadap dirinya sendiri. Ternyata suara merdu yang selama ini dia bangga-banggakan tidak ada apa-apanya di hadapan sang Pemandu Bakat. Kemudian dia ambil koleksi sampel lagunya, dan dia lemparkan ke dalam gudang. Sejak saat itu, dia bersumpah tidak pernah akan menyanyi lagi.
Puluhan tahun berlalu. Sang gadis muda kini telah menjadi ibu dengan tiga orang anak. Suaminya telah meninggal. Dan untuk menghidupi keluarganya, dia bekerja menjadi pelayan dari sebuah toko di sudut jalan.
Suatu hari, ada sebuah pagelaran musik yang diadakan di kota itu. Nampak sang Pemandu Bakat berada di antara para vokalis muda di belakang panggung. Sang Pemandu Bakat nampak tua, dengan rambutnya yang sudah putih. Si ibu muda dengan tiga anaknya juga datang ke pagelarani tersebut. Seusai acara, ibu ini membawa ketiga anaknya ke belakang panggung, mencari sang Pemandu Bakat, dan memperkenalkan ketiga anaknya kepada sang pakar.
Sang pakar masih mengenali ibu muda ini, dan kemudian mereka bercerita secara akrab. Si ibu bertanya, “Pak, ada satu pertanyaan yang mengganjal di hati saya. Ini tentang penampilan saya sewaktu menyanyi di hadapan anda bertahun-tahun yang silam. Sebegitu jelekkah penampilan saya saat itu, sehingga anda langsung pergi meninggalkan saya begitu saja, tanpa mengatakan sepatah katapun?”
“Oh ya, saya ingat peristiwanya. Terus terang, saya belum pernah melihat suara semerdu yang kamu lakukan waktu itu. Saya rasa kamu akan menjadi vokalis kelas dunia. Saya tidak mengerti mengapa kamu tiba-tiba berhenti dari dunia nyanyi”, jawab sang Pemandu Bakat
Si ibu muda sangat terkejut mendengar jawaban sang pakar. “Ini tidak adil”, seru si ibu muda. “Sikap anda telah mencuri semua impian
saya. Kalau memang suara saya merdu, mengapa anda meninggalkan saya begitu saja ketika saya baru menyanyi beberapa menit. Anda seharusnya memuji saya, dan bukan mengacuhkan saya begitu saja. Mestinya saya bisa menjadi penyanyi kelas dunia. Bukan hanya menjadi pelayan toko!”
Si Pemandu Bakat menjawab lagi dengan tenang “Tidak …. Tidak, saya rasa saya telah berbuat dengan benar. Anda tidak harus minum anggur satu tong untuk membuktidkan anggur itu enak. Demikian juga saya. Saya tidak harus mendengarkan anda satu lagu untuk membuktikan suara anda bagus. Malam itu saya juga sangat lelah setelah pertunjukkan. Maka sejenak saya tinggalkan anda, untuk mengambil kartu nama saya, dan berharap anda mau menghubungi saya lagi keesokan hari. Tapi anda sudah pergi ketika saya keluar. Dan satu hal yang perlu anda camkan, bahwa Anda mestinya fokus pada impina Anda, bukan pada ucapan atau tindakan saya.
“Lalu pujian? Kamu mengharapkan pujian? Ah, waktu itu kamu sedang bertumbuh. Pujian itu seperti pedang bermata dua. Ada kalanya memotivasumu, bisa pula melemahkanmu. Dan faktanya saya melihat bahwa sebagian besar pujian yang diberikan pada saat seseorang sedang bertumbuh, hanya akan membuat dirinya puas dan pertumbuhannya berhenti. Saya justru lebih suka mengacuhkanmu, agar hal itu bisa melecutmu bertumbuh lebih cepat lagi. Lagipula, pujian itu sepantasnya datang dari keinginan saya sendiri. Tidak pantas Anda meminta pujian dari orang lain.
“Anda lihat, ini sebenarnya hanyalah masalah sepele. Seandainya anda pada waktu itu tidak menghiraukan apa yang terjadi dan tetap mentanyi, mungkin hari ini anda sudah menjadi vokalis kelas dunia.”
Mungkin Anda sakit hati pada waktu itu, tapi sakit hati Anda akan cepat hilang begitu Anda berlatih kembali. Tapi sakit hati karena penyesalan Anda hari ini tidak pernah bisa hilang selama-lamanya.”

Tidak ada komentar: