Entri Populer

Total Tayangan Halaman

Senin, 31 Agustus 2009

SEJARAH AL QUR’AN

Al-Qur’an (ejaan KBBI: Alquran, dalam bahasa Arab adalah kitab suci agama Islam. Umat Islam memercayai bahwa Al-Qur’an merupakan puncak dan penutup wahyu Allah yang diperuntukkan bagi manusia, yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan Malaikat Jibril.



Ditinjau dari segi kebahasaan (etimologi), Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti “bacaan” atau “sesuatu yang dibaca berulang-ulang”. Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara’a yang artinya membaca. Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada salah satu surat Al-Qur’an sendiri yakni pada ayat 17 dan 18 Surah Al-Qiyamah yang artinya:

“Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu,) jika Kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti {amalkan} bacaannya”.(75:17-75:18)

Nama - nama Lain Al Qur’an yang dijelaskan di Al Qur’an :

* Al-Kitab, QS(2:2),QS (44:2)
* Al-Furqan (pembeda benar salah): QS(25:1)
* Adz-Dzikr (pemberi peringatan): QS(15:9)
* Al-Mau’idhah (pelajaran/nasehat): QS(10:57)
* Al-Hukm (peraturan/hukum): QS(13:37)
* Al-Hikmah (kebijaksanaan): QS(17:39)
* Asy-Syifa’ (obat/penyembuh): QS(10:57), QS(17:82)
* Al-Huda (petunjuk): QS(72:13), QS(9:33)
* At-Tanzil (yang diturunkan): QS(26:192)
* Ar-Rahmat (karunia): QS(27:77)
* Ar-Ruh (ruh): QS(42:52)
* Al-Bayan (penerang): QS(3:138)
* Al-Kalam (ucapan/firman): QS(9:6)
* Al-Busyra (kabar gembira): QS(16:102)
* An-Nur (cahaya): QS(4:174)
* Al-Basha’ir (pedoman): QS(45:20)
* Al-Balagh (penyampaian/kabar) QS(14:52)
* Al-Qaul (perkataan/ucapan) QS(28:51)

Sumber : http://pahamquran.com/

Baca Selengkapnya......

PENGARUH QUR'AN TERHADAP ORGAN TUBUH

imageAda menyeruak perhatian yang begitu besar terhadap kekuatan membaca Al-Qur'an, dan yang terlansir di dalam Al-Qur'an, dan pengajaran Rasulullah. Dan sampai beberapa waktu yang belum lama ini, belum diketahui bagaimana mengetahui dampak Al-Qur'an tersebut kepada manusia. Dan apakah dampak ini berupa dampak biologis ataukah dampak kejiwaan, atakah malah keduanya, biologis dan kejiwaan.


Maka, untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, kami memulai sebuah penelitian tentang Al-Qur'an dalam pengulangan-pengulangan "Akbar" di kota Panama wilayah Florida. Dan tujuan pertama penelitian ini adalah menemukan dampak yang terjadi pada organ tubuh manusia dan melakukan pengukuran jika memungkinkan.

Penelitian ini menggunakan seperangkat peralatan elektronik dengan ditambah komputer untuk mengukur gejala-gejala perubahan fisiologis pada responden selama mereka mendengarkan bacaan Al-Qur'an.

Penelitian dan pengukuran ini dilakukan terhadap sejumlah kelompok manusia:
1. Muslimin yang bisa berbahasa Arab.
2. Muslimin yang tidak bisa berbahasa Arab
3. Non-Islam yang tidak bisa berbahasa Arab.

Pada semua kelompok responden tersebut dibacakan sepotong ayat Al-Qur'an dalam bahasa Arab dan kemudian dibacakan terjemahnya dalam bahasa Inggris.

Dan pada setiap kelompok ini diperoleh data adanya dampak yang bisa ditunjukkan tentang Al-Qur'an, yaitu 97% percobaan berhasil menemukan perubahan dampak tersebut. Dan dampak ini terlihat pada perubahan fisiologis yang ditunjukkan oleh menurunnya kadar tekanan pada syaraf secara sprontanitas. Dan penjelasan hasil penelitian ini aku presentasikan pada sebuah muktamar tahunan ke-17 di Univ. Kedokteran Islam di Amerika bagian utara yang diadakan di kota Sant Louis Wilayah Mizore, Agustus 1984.

Dan benar-benar terlihat pada penelitian permulaan bahwa dampak Al-Qur'an yang kentara pada penurunan tekanan syaraf mungkin bisa dikorelasikan kepada para pekerja: Pekerja pertama adalah suara beberapa ayat Al-Qur'an dalam Bahasa Arab. Hal ini bila pendengarnya adalah orang yang bisa memahami Bahasa Arab atau tidak memahaminya, dan juga kepada siapapun (random). Adapun pekerja kedua adalah makna sepenggal Ayat Al-Qur'an yang sudah dibacakan sebelumnya, sampai walaupun penggalan singkat makna ayat tersebut tanpa sebelumnya mendengarkan bacaan Al-Qur'an dalam Bahasa Arabnya.

Adapun Tahapan kedua adalah penelitian kami pada pengulangan kata "Akbar" untuk membandingkan apakah terdapat dampak Al-Qur'an terhadap perubahan-perubahan fisiologis akibat bacaan Al-Qur'an, dan bukan karena hal-hal lain selain Al-Qur'an semisal suara atau lirik bacaan Al-Qur'an atau karena pengetahun responden bahwasannya yang diperdengarkan kepadanya adalah bagian dari kitab suci atau pun yang lainnya.

Dan tujuan penelitian komparasional ini adalah untuk membuktikan asumsi yang menyatakan bahwa "Kata-kata dalam Al-Qur'an itu sendiri memiliki pengaruh fisiologis hanya bila didengar oleh orang yang memahami Al-Qur'an . Dan penelitian ini semakin menambah jelas dan rincinya hasil penelitian tersebut.

Peralatan

Peralatan yang digunakan adalah perangkat studi dan evaluasi terhadap tekanan syaraf yang ditambah dengan komputer jenis Medax 2002 (Medical Data Exuizin) yang ditemukan dan dikembangkan oleh Pusat Studi Kesehatan Univ. Boston dan Perusahaan Dafikon di Boston. Perangkat ini mengevaluasi respon-respon perbuatan yang menunjukkan adanya ketegangan melalui salah satu dari dua hal: (i) Perubahan gerak nafas secara langsung melalui komputer, dan (ii) Pengawasan melalui alat evaluasi perubahan-perubahan fisiologis pada tubuh. Perangkat ini sangat lengkap dan menambah semakin menguatkan hasil validitas hasil evaluasi. Subsekuen:

1. Program komputer yang mengandung pengaturan pernafasan dan monitoring perubahan fisiologis dan printer.

2. Komputer Apple 2, yaitu dengan dua floppy disk, layar monitor dan printer.

3. Perangkat monitoring elektronik yang terdiri atas 4 chanel: 2 canel untuk mengevaluasi elektrisitas listrik dalam otot yang diterjemahkan ke dalam respon-respon gerak syaraf otot; satu chanel untuk memonitor arus balik listrik yang ke kulit; dan satu chanel untuk memonitor besarnya peredaran darah dalam kulit dan banyaknya detak jantung dan suhu badan.

Berdasarkan elektrisitas listrik dalam otot-otot, maka ia semakin bertambah yang menyebabkan bertambahnya cengkeraman otot. Dan untuk memonitor perubahan-perubahan ini menggunakan kabel listrik yang dipasang di salah satu ujung jari tangan.

Adapun monitoring volume darah yang mengalir pada kulit sekaligus memonitor suhu badan, maka hal itu ditunjukkan dengan melebar atau mengecilnya pori-pori kulit. Untuk hal ini, menggunakan kabel listrik yang menyambung di sekitar salah satu jari tangan. Dan tanda perubahan-perubahan volume darah yang mengalir pada kulit terlihat jelas pada layar monitoryang menunjukkan adanya penambahan cepat pada jantung. Dan bersamaan dengan pertambahan ketegangan, pori-pori mengecil, maka mengecil pulalah darah yag mengalir pada kulit, dan suhu badan, dan detak jantung.

Metode dan Keadaan yang digunakan: Percobaan dilakukan selama 210 kali kepada 5 responden: 3 laki-laki dan 2 perempuan yang berusia antara 40 tahun dan 17 tahun, dan usia pertengahan 22 tahun.

Dan setiap responden tersebut adalah non-muslim dan tidak memahami bahasa Arab. Dan percobaan ini sudah dilakukan selama 42 kesempatan, dimana setiap kesempatannya selama 5 kali, sehingga jumlah keseluruhannya 210 percobaan. Dan dibacakan kepada responden kalimat Al-Qur'an dalam bahasa Arab selama 85 kali, dan 85 kali juga berupa kalimat berbahasa Arab bukan Al-Qur'an. Dan sungguh adanya kejutan/shock pada bacaan-bacaan ini: Bacaan berbahasa Arab (bukan Al-Qur'an) disejajarkan dengan bacaan Al-Qur'an dalam lirik membacanya, melafadzkannya di depan telingga, dan responden tidak mendengar satu ayat Al-Qur'an selama 40 uji-coba. Dan selama diam tersebut, responden ditempatkan dengan posisi duduk santai dan terpejam. Dan posisi seperti ini pulalah yang diterapkan terhadap 170 uji-coba bacaan berbahasa Arab bukan Al-Qur'an.

Dan ujicoba menggunakan bacaan berbahasa Arab bukan Al-Qur'an seperti obat yang tidak manjur dalam bentuk mirip seperti Al-Qur'an, padahal mereka tidak bisa membedakan mana yang bacaan Al-Qur'an dan mana yang bacaan berbahasa Arab bukan Al-Qur'an. Dan tujuannya adalah utuk mengetahui apakah bacaan Al-Qur'an bisa berdampak fisiologis kepada orang yang tidak bisa memahami maknanya. Apabila dampak ini ada (terlihat), maka berarti benar terbukti dan dampak tidak ada pada bacaan berbahasa Arab yang dibaca murottal (seperti bacaan Imam Shalat) pada telinga responden.

Adapun percobaan yang belum diperdengarkan satu ayat Al-Qur'an kepada responden, maka tujuannya adalah untuk mengetahui dampak fisiologis sebagai akibat dari letak/posisi tubuh yang rileks (dengan duduk santai dan mata terpejam).

Dan sungguh telah kelihatan dengan sangat jelas sejak percobaan pertama bahwasannya posisi duduk dan diam serta tidak mendegarkan satu ayat pun, maka ia tidak mengalami perubahan ketegangan apapun. Oleh karena itu, percobaan diringkas pada tahapan terakhir pada penelitian perbandingan terhadap pengaruh bacaan Al-Qur'an dan bacaan bahasa Arab yang dibaca murottal seperti Al-Qur'an terhadap tubuh.

Dan metode pengujiannya adalah dengan melakukan selang-seling bacaan: dibacakan satu bacaan Al-Qur'an, kemudian bacaan vahasa Arab, kemudian Al-Qur'an dan seterusnya atau sebaliknya secara terus menerus.

Dan para responden tahu bahwa bacaan yang didengarnya adalah dua macam: Al-Qur'an dan bukan Al-Qur'an, akan tetapi mereka tidak mampu membedakan antara keduanya, mana yang Al-Qur'an dan mana yang bukan.

Adapun metode monitoring pada setiap percobaan penelitian ini, maka hanya mencukupkan dengan satu chanel yaitu chanel monitoring elektrisitas listrik pada otot-otot, yaitu dengan perangkat Midax sebagaimana kami sebutkan di atas. Alat ini membantu menyampaikan listrik yang ada di dahi.

Dan petunjuk yang sudah dimonitor dan di catat selama percobaan ini mengadung energi listrik skala pertengahan pada otot dibandingkan dengan kadar fluktuasi listrik pada waktu selama percobaan. Dan sepanjang otot untuk mengetahui dan membandingkan persentase energi listrik pada akhir setiap percobaan jika dibandingkan keadaan pada awal percobaan. Dan semua monitoring sudah dideteksi dan dicatat di dalam komputer. Dan sebab kami mengutamakan metode ini untuk memonitor adalah karena perangkat ini bisa meng-output angka-angka secara rinci yang cocok untuk studi banding, evaluasi dan akuntabel..

Pada satu ayat percobaan, dan satu kelompok percobaan perbandingan lainnya mengandung makna adanya hasil yang positif untuk satu jenis cara yang paling kecil sampai sekecil-kecilnya energi listrik bagi otot. Sebab hal ini merupakan indikator bagusnya kadar fluktuasi ketegangan syaraf, dibandingkan dengan berbagai jenis cara yang digunakan responden tersebut ketika duduk. Hasil Penelitian

Ada hasil positif 65% percobaan bacaan Al-Qur'an. Dan hal ini menunjukkan bahwa energi listrik yang ada pada otot lebih banyak turun pada percobaan ini. Hal ini ditunjukkan dengan dampak ketegangan syaraf yang terbaca pada monitor, dimana ada dampak hanya 33 % pada responden yang diberi bacaan selain Al-Qur'an.

Pada sejumlah responden, mungkin akan terjadi hasil yang terulang sama, seperti hasil pengujian terhadap mendengar bacaan Al-Qur'an. Oleh karena itu, dilakukan ujicoba dengan diacak dalam memperdengarkannya (antara Al-Qur'an dan bacaan Arab) sehingga diperoleh data atau kesimpulan yang valid.

Pembahasan Hasil Penelitian dan Kesimpulan Sungguh sudah terlihat jelas hasil-hasil awal penelitian tentang dampak Al-Qur'an pada penelitian terdahulu bahwasanya Al-Qur`an memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap syaraf. dan mungkin bisa dicatat pengaruh ini sebagai satu hal yang terpisah, sebagaimana pengaruh inipun terlihat pada perubahan energi listrik pada otot-otot pada organ tubuh. dan perubah-perubahan yang terjadi pada kulit karena energi listrik, dan perubahan pada peredaran darah, perubahan detak jantung, voleme darah yang mengalir pada kulit, dan suhu badan.

Dan semua perubahan ini menunjukan bahwasanya ada perubahan pada organ-organ syaraf otak secara langsung dan sekaligus mempengaruhi organ tubuh lainnya. Jadi, ditemukan sejumlah kemungkinan yang tak berujung ( tidak diketahui sebab dan musababnya) terhadap perubahan fisiologis yang mungkin disebabkan oleh bacaan Al-Qur`an yang didengarkannya.

Oleh karena itu sudah diketahui oleh umum bahwasanya ketegangan-ketegangan saraf akan berpengaruh kepada dis-fungsi organ tubuh yang dimungkinkan terjadi karena produksi zat kortisol atau zat lainnya ketika merespon gerakan antara saraf otak dan otot. Oleh karena itu pada keadaan ini pengaruh Al-Qur`an terhadap ketegangan saraf akan menyebabkan seluruh badannya akan segar kembali, dimana dengan bagusnya stamina tubuh ini akan menghalau berbagai penyakit atau mengobatinya. Dan hal ini sesuai dengan keadaan penyakit tumor otak atau kanker otak.

Juga, hasil uji coba penelitian ini menunjukan bahwa kalimat-kalimat Al-Qur`an itu sendiri memeliki pengaruh fisiologis terhadap ketegangan organ tubuh secara langsung, apalagi apabila disertai dengan mengetahui maknanya. Dan perlu untuk disebutkan disini bahwasanya hasil-hasil penelitian yang disebutkan diatas adalah masih terbatas dan dengan responden yang juga terbatas.

Sumber : harun yahya http://swaramuslim.net/

Baca Selengkapnya......

HAL-HAL YANG PERLU DIKETAHUI TENTANG RAMADHAN

Sebelum menjalankan ibadah Ramadhan, ada beberaa hal yang perlu dipahami. Di antaranya :

1. Shaum Ramadhan adalah rukun Islam yang keempat. Hukumnya adalah fardhu (wajib) yang datang langsung dari Tuhan Pencipta, Allah Ta’ala.

2. Allah mensyari’atkan shaum dan berbagai ibadah Ramadhan sebagai salah satu program yang harus dilewati setiap Muslim dan Mukmin dalam pembentukan karakter taqwa meraka. (Q.S. Al-Baqoroh : 183).

3. Ancaman keras bagi orang-orang beriman yang tidak melaksanakan ibadah Ramadhan, khususnya ibadah shaum seperti yang dijelaskan Rasul Saw : Ikatan dan basis agama Islam itu ada tiga. Siapa yang meniggalkan salah satu darinya, maka ia telah kafir; halal darahnya : Syahadat Laa ilaaha illallah, sholat fardhu (5 X sehari) dan shaum Ramadhan. (H.R. Abu Ya’la dan Dailami). Dalam hadiits lain Rasul Saw. bersabda : Siapa berbuka satu hari dalam bulan Ramadhan tanpa ada ruhkshah (faktor yang membolehkan berbuka / dispensasi) dari Allah, maka tidak akan tergantikan kendati ia melaksanakan shaum sepanjang masa. (H.R. Abu Daud, Ibnu Majad dan Turmuzi).


4. Ramadhan memiliki aturan main yang perlu ditaati, agar proses dan pelaksanaan ibadahnya, khususnya shaum Ramadhan dapat berjalan dengan baik dan maksimal. Paling tidak ada sembilan hal terkait aturan main yang perlu diketahui sebelum kita melaksanakan ibadah shaum Ramadhan :

4.1. Macam-Macam Shaum

Shaum terbagi menjadi dua macam :
A. Shaum fardhu (wajib).
B. Shaum Tathowwu’ (puasa sunnah).

A. Adapun shaum wajib terbagi tiga :

Pertama, shaum Ramadhan, yakni shaum yang dilaksanakan selama bulan Ramadhan (29 / 30 hari) seperti yang dijelaskan Allah dalam Al-qur’an surat Al-Baqoroh : 183.

Kedua, Shaum Kafarat (Puasa Denda), yakni shaum yang wajib dilakukan sebagai denda dari pelanggaran hukum seperti pelanggaran dalam ibadah haji, membunuh tidak sengaja, melanggar sumpah dan sebagainya.

Ketiga adalah shaum Nazar, yaitu jika seseorang bernazar dengan shaum bagi perkara yang dinazarkannya seperti jika ia sembuh dari penyakit, jika bisnisnya goal dan sebagainya maka ia bernazar untuk shaum. Shaum seperti itu disebut dengan shaum nazar dan wajib hukumnya.

B. Adapun shaum tathowwu’ (Puasa Sunnah) adalah :

1. Shaum 6 hari di bulan Syawal. Dalam hadits Rasul Saw. dijelaskan : Siapa yang shaum Ramadhan kemudian dia teruskan dengan 6 hari di bulan Syawal, seakan ia shaum sepanjang masa (tahun). (H.R. Al-Jama’ah kecuali Bukhari dan Nasa’i)

2. Shaum hari Arofah bagi yang tidak menunaikan ibadah haji. Dalm hadiits dijelaskan : Shaum hari Arofah (9 Zul hijha) menghapuskan dosa dua tahun, setahun sebelum dan setahun sesudahnya… (H.R Al Jama’ah kecuali Bukhari dan Nasa’i).

3. Shaum hari ‘Asyura (10 bulan Muharrom). Dalam hadiits Rasul Saw. dijelaskan : Shaum pada hari ‘Arofah (9 Zulhijjah) menghapus dosa dua tahun; yang lalu dan yang akan datang. Dan shau hari Asyuro (10 Muharram) menghapuskan dosa setahun yang lalu. (HR. Riwayat Al-Jama’ah kecuali Bukhari dan Turmizi). Terkait shaum ‘Asyura, Rasul Saw. menyarankan agar ditambah sehari sebelumnya agar tidak sama dengan Yahudi, karena mereka juga puasa pada hari ‘Asyura.

4. Shaum diperbanyak di bulan Sya’ban. Dari A’isyah radhiyalllu ‘anha dia berkata : Aku tidak melihat Rasul Saw. menyempurnakan shaumnya kecuali di bulan Ramadhan saja, dan aku tidak melihat banyak berpuasa di bulan selain Ramadhan kecuali di bulan Sya’ban. (HR. Bukhari dan Muslim)

5. Shaum Ayyamul bidh (tgl 13, 14 & 15 setiap bulan Hijriyah. Dari Abu Zar radhiyallahu ‘anhu beliau berkata : Kami diperintah Rasul Saw untuk shaum dalam sebulan tiga hari; 13, 14 dan 15. Lalu Rasul berkata : Yang demikian itu sama dengan shaum sepanjang masa. (HR. Nasa’i)

6. Shaum hari Senin dan Kamis. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata : Rasul Saw paling banyak shaum pada hari Senin dan Kamis. Lalu Beliau ditanya kenapa. Beliau menjawab : Sesungguhnya semua amal diangkat (ke langit) setiap hari Senin dan Kamis. Maka Allah akan mengampunkan setiap Muslim atau setiap Mukmin kecuali dua orang yang sedang berbantah, maka Allah berkata : Tangguhkan keduanya. (HR. Ahmad).

7. Shaum Nabi Daud; shaum satu hari dan berbuka hari berikutnya dan begitu seterusnya. Dari Abdullah Bin Umar dia berkata : Berkata Rasul Saw. : Shaum yang paling dicintai Allah adalah shaum Daud, dan shalat (malam) yang paling dicintai Allah adalah shalat Daud; dia tidur setengahnya, berdiri shalat sepertiganya dan kemudian tidur lagi seperenamnya, dia juga shaum satu hari dan berbuka satu hari. (HR. Muslim)

8. Shaum tathowwu’ (sunnah) dibolehkan berbuka, khususnya jika ada penyebabnya seperti diundang makan. Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu dia berkata : Saya menyiapkan makanan untuk Rasul Saw. maka Beliau datang dengan beberapa Sahabatnya. Ketika makanan dihidangkan salah seorang di antara mereka berkata : Sesungguhnya saya sedang shaum. Lalu Rasul berkata : Saudaramu telah mengundangmu dan telah bersusah payah untukmu. Kemudian Beliau bersabda : Berbukalah dan shaumlah di hari lain sebagai gantinya jika kamu mau. (HR. Baihaqi).


4.2. Hukum Shaum Ramadhan

Shaum Ramadhan hukumnya wajib atas setiap Muslim dan Muslimah yang sehat akalnya (tidak gila) dan telah mukallaf (umur remaja), tidak dalam keadaan musafir dan sakit. Khusus bagi wanita, tidak dalam keadaan haidh dan nifas. Tentang wajibnya shaum, Allah menjelaskannya dalam surat Al-baqoroh : 183 : Wahai orang-orang beriman, diwajibkan atasmu sekalian shaum itu (shaum Ramadhan) sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, semoga kamu menjadi orang-orang yang bertaqwa. Dalam sebuah hadits dijelaskan, Rasul Saw. bersabda : Sesungguhnya Islam itu dibangun di atas lima (dasar). Kesaksian bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad itu adalah utusan-Nya, menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan shaum Ramadhan dan menunaikan haji. (HR. Muslim)

Oleh sebab itu, Rasulullah Saw. mewanti wanti umatnya agar sekali-kali jangan meninggalkan shaum Ramadhan tanpa alasan yang dibolehkan. Dalam salah satu haditsnya, Rasul Saw. bersabda : Ikatan dan kaedah agama Islam itu ada tiga. Diatasnya dibangun Islam. Siapa meninggalkan salah satu darinya maka ia kafir, halal darahnya (karena sudah dihukumkan kepada orang murtad), syahadat La ilaaha illallah, sholat yang difardhukan dan shaum Ramadhan. (H.R Abu Ya’la dan Dailami)

4.3. Rukun Shaum

Setiap ibadah dalam Islam ada rukunnya agar ibadah itu bisa tegak dan berjalan dengan benar. Demikian juga dengan shaum Ramadhan. Rukunnya ada dua :
1. Niat. Niat adalah faktor pertama yang akan menentukan sah atau tidaknya ibadah seseorang seperti yang dijelaskan Rasul Saw. Sesungguhnya (sahnya) setiap amal itu tergantung adanya niat (bagi setiap amal tersebut). Dan sesungguhnya setiap orang (akan memperoleh) sesuai apa yang diniatkannya. Siapa yang berhijrah karena kepentingan dunia yang akan dia peroleh atau wanita yang akan dinikahinya, maka dia akan memperoleh apa yang diniatkannya. (HR. Islam). Setiap amal ibadah, baik wajib maupun yang sunnah akan bernilai di mata Allah jika didasari dengan niat. Niatnya harus hanya karena Allah, tidak melenceng sedikitpun. Kemudian itu letaknya dalam hati, bukan dilafazkan (diucapkan dengan lisan), termasuk niat shaum Ramadhan harus dilakukan dalam hati. Waktunya sebelum terbit fajar.

2. Menahan diri dari hal-hal yang membantalkan shaum sejak terbit fajar sampai mata hari tenggelam. (QS. Al-Baqoroh : 187).


4.4. Hal-Hal Yang membatalkan Shaum

Semua ibadah dalam Islam memerlukan syarat dan rukun agar ibadah tersebut sah dan bernilai di sisi Allah. Amal ibadah yang sudah sesuai syarat dan rukun tersebut bisa batal jika melanggar aturan mainnya atau terjadi hal-hal yang membatalkannya. Adapun yang membatalkan shaum terbagi dua. Pertama hal-hal yang membatalkan shaum dan wajib diqadha (diganti di hari-hari setelah Ramadhan). Kedua adalah yang membatalkan shaum dan wajib qadha dan kafarat (denda).

Adapun yang membatalkan shaum dan wajib qadha saja ialah:
1. Makan dan minun dengan sengaja. Rasul Saw. bersabda : Siapa yang berbuka (makan dan minum) di siang hari bulan Ramadhan karena lupa maka tidak perlu diqadha (diganti pada hari di luar Ramadhan), dan tidak pula kafarat (denda). (HR. Daru Quthni, Baihaqi dan Hakim).

2. Muntah dengan sengaja. Rasul Saw. berkata : Siapa yang terpaksa muntah maka tidak wajib baginya mengqadha (shaumnya). Namun siapa muntah dengan sengaja, maka hendaklah ia mengqadha (shaumnya). (HR. Ahmad, Abu Daud dan Tirmizi)

3. Haidh/menstruasi dan nifas (melahirkan), kendati terjadi sesaat sebelum berbuka. Ini yang disepakati oleh jumhur Ulama

4. Mengeluakan sperma dengan sengaja baik dengan cara onani/masturbasi ataupun dengan berbuat mesum dengan istri.

5. Memakan apa saja yang bukan yang lazim di makan, seperti plastik dan sebagainya.

6. Yang berniat membatalkan shaumnya di siang hari. Dengan demikian dia sudah batal shaumnya kendati dia tidak makan atau minum.

7. Jika dia makan, minum atau bercampur suami istri menduga waktu berbuka sudah masuk. Ternyata belum masuk. Dia wajib mengqadhanya.

Adapun yang membatalkan shaum dan harus diqadha dan kafarat menurut jumhur Ulama adalah berhubungan suami istri dengan sengaja. Tidak ada perbedaan antara suami dan istri, keduanya harus menjalankannya. Adapun kafarat bagi yang berhubungan suami istri ialah memerdekakan budak. Jika tidak sanggup, shaum 2 bulan berturut-turut. Jika tidak mampu memberi makan fakir miskin sebanyak 60 orang, seperti yang dijelaskan dalam salah satu hadits Rasul Saw. yang diriwayatkan imam Bukhari.

4.5. Adab Melaksanakan Shaum

Sebagaimana semua ajaran Islam itu ada adab atau kode etiknya, maka shaum juga ada adabnya. Di antaranya :

1. Sahur (Makan Sahur). Bersabda Rasul Saw. : Bersahurlah kamu sekalian karena sahur itu ada berkahnya. (HR. Bukhari dan Muslim). Waktu sahur itu dari pertengahan malam sampai terbit fajar (saat waktu shalat subuh masuk). Tetapi diperlambat sampai mendekati terbit fajar lebihdianjurkan.

2. Menyegerakan berbuka, yakni setelah tau waktu maghrib / tenggelam matahari maka segeralah berbuka. Bersabda Rasul Saw. : Manusia senantiasa dalam keadaan baik selama mereka menyegerakan berbuka. (HR. Bukhari dan Muslim)

3. Berdoa waktu berbuka dan sepanjang melaksanakan shaum. Dari Abdullah Bin Amr Bin Ash radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Saw. berkata : Sesungguhnya bagi orang yang sedang shaum saat berbuka doanya tidak ditolak. (HR. Ibnu Majah) Dalam hadits lain Rasul bersabda : Ada tiga do’a yang tidak akan ditolak Allah; orang yang shaum sampai dia berbuka, imam (pemimpin) yang adil dan oang yang tezhalimi (teraniaya). (HR. Tirmizi).

Adapun doa saat berbuka ialah :

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

Telah hilang haus dan telah basah tenggorokan dan telah tetap pahala insyaa Allah. (HR. Tirmizi)

4. Menahan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan shaum (menahan diri dari berbagai dorongan syahwat yang halal dan yang haram), karena shaum adalah salah satu cara taqarrub pada Allah yang amat mahal. Sebab itu tidak sepantasnya shaum itu hanya sekedar menahan lapar dan haus saja, akan tetapi menahan semua apa saja yang akan mencederai nilai-nilai mulia yang ada dalam shaum. (Dalam sub tema : Kunci Sukses Training Manajemen Syahwat Ramadhan akan dijelaskan secara rinci)

5. Bersiwak dengan kayu arak atau benda lain yang menyucikan mulut seperti sikat gigi.

6. Berjiwa dermawan dan mempelajari Al-Qur’an. Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu dia berkata : Adalah Rasul Saw. orang yang paling dermawan. Namun, di bulan Ramadhan lebih dermawan lagi ketika bertemu Jibril. Beliu liqo (bertemu) Jibril setiap malam dari bulan Ramadhan, maka Beliau belajar Al-Qur’an dari Jibril. Maka Rasul Saw. dalam kedermawanannya lebih cepat dari angin kencang. (HR. Bukhari)

7. Bersungguh-Sungguh Beribadah Pada 10 Hari Terakhir Ramadhan. Dari A’isyah radhiyallahu ‘anha beliau berkata bahwa Nabi Saw. apabila masuk 10 hari terakhir Ramadhan Beliau menghidupkan sepanjang malam (dengan ibadah), membangunkan keluarganya dan mengencangkan ikat pinggangnya. (HR. Bukhari)

4.6. Siapa Saja yang Dapat Dispensasi Berbuka, Tapi Wajib Membayar
Fidyah (Denda)?

Kendati shaum itu wajib bagi setiap Muslim dan Muslimah yang berakal dan sudah baligh (remaja), tetapi Allah memberikan keringanan kepada orang-orang yang termasuk ke dalam kategori berikut :

a. Orang-orang yang sudah tua Bangka.
b. Orang-orang sakit yang kecil kemungkinan dapat sembuh.
c. Para pekerja keras di pelabuhan, bangunan dan sebagainya yang tidak punya sumber kehidupan lain selain pekerjaan tersebut. Syaratnya ialah jika mereka shaum mereka akan mengalami kesulitan atau beban fisik yang sangat kuat sehingga menyulitkan mereka melaksankan pekerjaan. Namun bagi yang kuat, maka shaum lebih baik.

Ketiga golongan / kategori tersebut mendapatkan dispensasi untuk tidak shaum di bulan Ramadhan. Akan tetapi, mereka wajib membayar fidyah (denda) sebanyak satu liter makanan / beras untuk setiap hari shaum yang ditinggalkan. Makanan / beras tersebut diberikan kepada orang-orang miskin yang ada di lingkungan tempat tinggal mereka.


d. Terkait wanita hamil dan menyusui, menurut imam Ahmad dan Syafi’i, jika mereka shaum itu berefek buruk terhadap janin dan anak mereka saja, maka mereka dapat dispensasi tidak shaum, tapi mereka harus mengqadha’nya serta membayar fidyah. Namun, jika shaum itu hanya berimplikasi negative terhadap diri mereka saja atau terhadap anak mereka saja, maka mereka hanya wajib mengqadha’nya. Satu hal yang perlu dicatat ialah bahwa pengaruh negative tersebut haruslah berdasarkan pendapat ahli kesehatan yang amanah secara keilmuan dan ketaqwaannya.


4.7. Siapa Saja Yang Dapat Dispensasi Berbuka, Tapi Wajib Qadha’ (menggantinya di hari lain)?

Adapun golongan yang mendapat dispensasi shaum akan tetapi mereka harus membayar / mengqadha’ pada hari yang lain di luar bulan Ramadhan ialah orang yang sakit dan tidak kuat untuk menunaikan shaum dan juga yang sedang musafir/ perjalanan untuk berperang di jalan Allah, berdagang dan berbagai keperluan lain yang bersifat primer, bukan sekunder seperti perjalanan wisata dan sebagainya. Dalam sebuah hadits dijelaskan : Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu dia berkata : Dulu kami berperang bersama Rasul Saw di bulan Ramadhan. Di antara kami ada yang shaum dan ada yang berbuka. Bagi yang shaum tidak mempengaruhi yang berbuka dan bagi yang berbuka tidak mempengaruhi yang shaum. Kemudian bagi yang melihat dirinya kuat menjalankan shaum dia lakuakn dan itulah yang terbaik baginya dan bagi yang merasa dirinya lemah, maka ia berbuka, itulah yang terbaik baginya. (HR. Ahamd dan Muslim)

4.8. Siapa Saja yang Wajib Berbuka dan Wajib Qadha’ atasnya?

Di samping dua kondisi di atas ada lagi kondisi lain terkait shaum Ramadhan, yakni orang-orang yang wajib berbuka dan wajib qadha’. Mereka adalah wanita Muslimah yang sedang menstruasi / haidh dan melahirkan. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha dia berkata : Kami saat haidh di masa Rasul Saw diperintahkan untuk mengqadha’ shaum dan tidak diperintahkan mengqadha; shalat. (HR. Bukhari dan Muslim)

4.9. Hari-Hari Yang Dilarang Shaum Ramadahan adalah waktu termahal dalam hidup kita yang datang setiap tahun tanpa diundang.

Kendati shaum itu adalah ibadah yang disyari’atkan Allah di bulan Ramadhan dan di hari-hari lain di luar Ramadhan seperti yang dijelaskan pada pembahasan Shaum Tathowwu’ (Shaum Sunnah) dan sudah terbukti shaum itu memiliki keistimewaan dan efek positif dalam segala sisi kehidupan kita. Namun demikian, sesuai aturan main Allah, terdapat hari-hari dan kondisi yang dilarang (diharamkan) shaum, seperti :

a. Diharamkan shaum pada dua hari raya, yaitu Idul Fitri (tanggal satu Syawal) dan Idul Adha ( tanggal 10 Zulhijjah). Terkait dengan haramnya shaum pada kedua hari raya tersebut seharusnya membuat kita sangat berhati-hati dan tidak menyepelekannya. Aneh tapi nyata,di Indonesia ini selalu terjadi perbedaan penetapan awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha. Namun ada yang lebih ajaib lagi ialah pendapat yang mengatakan bahwa untuk menjaga kesatuan umat yang hukumnya wajib lebih penting dari sholat idul fitri dan idul Adha yang hukumnya sunnah. Sebab itu, boleh sholat Idnya pada hari berikutnya demi menjaga persatuan umat. Ini jelas-jelas pendapat yang ngawur, lemah dan tidak beralasan disebabkan :

1. Terkait dengan Idul Fitri dan Idul Adha terdapat dua hukum yang berbeda. Pertama, haram/larangan ibadah shaum pada kedua hari raya tersebut menurut Rasulullah Saw. seperti tercantum dalam hadits riwayat Ahmad : Dari Umar Ibnul Khattab dia berkata: Sesungguhnya Rasul Saw. melarang shaum pada dua hari ini (Idul Fitri dan Idul Adha). Adapun hari Fitri yaitu hari berbukanya kamu dari shaummu. Adapun hari Adha maka makanlah (pada hari itu) sebagian daging kurbanmu. (H.R. Ahmad). Kedua, adalah melaksanakan ibadah sholat Idul Fitri dan Idul Adha serta semua ibadah yang lain harus sesuai sunnah /contoh/ perintah Rasul Saw. Dalil Al-Qur’an dan Sunnah sangat banyak menjelaskan hal tersebut.

Dua hal yang berbeda, yang satu haram beribadah shaum dan yang satu lagi tuntutan melaksanakan ibadah shalat id, namun pada hari yang sama dan tidak dapat dipisahkan, kecuali dengan dalil yang diperbolehkan Rasul Saw. seperti tidak mengetahui jatuhnya tanggal satu syawal atau 10 Zulhijjah. Sebab itu, tidak ada kaitan keduanya dengan keharusan menjaga kesatuan umat.

2. Bagi yang mengetahui jatuhnya satu syawal dan 10 Zulhijjah, namun dia tetap shaum maka ia berdosa besar karena melanggar hukum/ketentuan Allah dan RasulNya. Berarti dia melakukan maksiat pada Allah dan RasulNya. Demikian juga bagi yang megetahui jatuhnya satu syawal atau 10 Zulhijjah, namun dia melaksanakan sholat Idnya pada tanggal / hari berikutnya, tanpa dalil syar’i, maka dia melakukan dosa dan bid’ah, alias melaksanakan ibadah keluar dari sunnah Rasul Saw.

3. Kendati kedua sholah Id tersebut secara fiqih hukumnya sunnah, bukan berarti kita bisa melakukan semau kita dan berdasarkan akal-akalan kita. Semua ibadah baik fardhu maupun yang sunnah wajib dilaksanakan didasari ikhlas ta’abbudiyah (ikhlas beribadah kepada Alllah). Untuk mencapai ikhlas ta’abbudiyah tersebut mengharuskan kita untuk melaksanakannya sesuai aturan main yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya, baik tata caranya maupun waktunya. Waktu sholat Idul Fitri adalah tanggal satu Syawal dan Idul Adha adalah tanggal 10 Zulhijjah setelah hari ‘Arofah, kecuali jika kita tidak tahu. Kalau dilakukan dengan cara atau hari yang tidak sesuai dengan yang telah dicontohkan Rasul Saw. berarti kita melakukan bid’ah dalam perkara ini. Hukumnnya jelas setiap bid’ah itu adalah kesesatan.

4. Kalimat menjaga kesatuan umat itu adalah akal-akalan yang tidak didukung dalil dan fakta yang kuat. Bersatu di atas pelanggaran hukum/aturan main Allah dan Sunnah Rasul Saw. baik fardhu maupun sunnah adalah maksiat dan kemungkaran besar. Toleransi pada ibadah Sunnah itu terletak pada melaksanakannya atau tidak, bukan pada niat atau tata caranya. Ibadah sunnah memang tidak mutlak harus dilaksanakan, sebagai ibadah tambahan taqarrub ilallah yang akan menambah kekuatan eksistensinya di mata Allah sebagai hamba yang taat, mencintai dan bersyukur pada Allah. Namun demikian, bukan berarti boleh dilaksanakan sesuai keinginan dan situasi yang kita inginkan.

5. Allah menyuruh kaum Muslimin menjaga kesatuan itu harus didasari berpegang teguh pada Allah dan agama-Nya, bukan akal dan pikiran kita yang picik dan mengada-ada, apalagi jika ada udang di balik batunya, seperti yang Allah jelaskan dalam surat Ali Imran : 103, Annisa’ : 146 & 175 dan Al-Haj : 78. Jika kesatuan umat ini dibangun di atas dasar pelanggaran agama Allah, maka kesatuan tersebut berarti kesatuan di atas dasar kesesatan dan murka Allah. Lalu, apa bedanya dengan orang-orang kafir yang bersatu di atas dasar agama/aturan main/ hidup yang tidak diridhai Allah? Apakah dengan kesatuan tersebut Allah merahmati mereka dan memasukkan mereka ke dalam syurga-Nya. Tentu jawabannya sebaliknya. Allah tetap murka pada mereka di dunia dan terlebih lagi di akhirat, kecuali jika mereka kembali kepada agama Allah saat mereka hidup di dunia ini dengan ikhlas dan maksimal.

b. Pada Hari-Hari Tasyriq, yakni tanggal 11- 13 Zulhijjah. Abu Hurairah meriwayatkan, bahwa Rasul Saw. mengutus Abdullah Bin Huzafah berkeliling di Mina sambil berrkata : Jangan kalian shaum pada hari-hari ini (11 – 13 Zulhijjah), karena sesungguhnya ini adalah hari-hari kalian makan, minum dan zikrullah ‘Azaa Wajallah. (HR. Ahmad).

c. Shaum pada hari Jumat saja. Dari Abdullah Bin Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasul Saw. berkunjung ke Juwairiyah Binti Harits yang sedang shaum pada hari Jumat itu. Lalu Rasul Saw. bertanya padanya : Apakah kamu shaum kemarin? Dia menjawab : Tidak. Rasul Saw. beratanya lagi : Apakah kamu berniat shaum besok? Dia menjawab : Tidak. Lalu Rasul bersabda : Maka berbukalah (batalkanlah) shaummu. (HR. Ahmad dan Nasa’i).

d. Mengkhususkan shaum pada hari Sabtu. Rasul Saw. bersabda : Janganlah kalian shaum pada hari Sabtu, kecuali memang hari itu bertepatan dengan Shaum wajib (Shaum Ramadhan, nazar dan tanggal yang disunahkan shaum seperti Arofah dan sebagainya). Jika kalian tidak punya makanan kecuali kulit anggur atau daun kayu maka kunyah/makanlah. (HR. Ahmad)

e. Pada hari syak (ragu) juga diharamkan shaum. Hari Syak ialah hari di mana kita ragu apakah sudah masuk awal Ramadhan atau belum. Larangan tersebut erat kaitannya dengan keharusan untuk komitmen dengan aturan main ibadah yang telah ditetapkan Allah, ternasuk shaum Ramadhan. Rasulullah meminta kita untuk mengetahui secara pasti awal Ramadhan. Jika ragu apakah awal Ramadhan sudah masuk atau belum, Rasul Saw. melarang kita shaum pada hari tersebut. Demikian juga halnya dengan larangan shaum pada hari raya Idul Fitr dan Idul Adha.

Dalam sebuah hadits Rasul Saw. bersabda : Siapa yang shaum pada hari syak, maka dia telah durhaka pada Abul Qashim (Muhammad Saw). Dalam hadits lain Rasul Saw. bersabda : Jangan kalian mendahulukan shaum Ramadhan satu atau dua hari sebelumnya kecuali jika ada yang mengharuskan kamu shaum (seperti shaum nazar dan sebagainya). (HR. Al-Jama’ah). Imam Tirmizi berpendapat dilarang seseorang shaum Ramadhan sebelum masuk waktunya, karena namanya saja shaum Ramadhan, maka harus terikat dengan nama bulannya, yakni di bulan Ramadhan.

f. Diharamkan shaum sunnah bagi wanita yang suaminya ada di rumah kecuali atas izin suaminya. Janganlah wanita shaum satu hari pun sedangkan suaminya berada di rumah kecuali atas izinnya dan (kecuali) shaum Ramadhan. (HR. Bukhari dan Muslim)

g. Dilarang shaum wishal (terus menerus). Dalam sebuah hadits Rasul Saw. bersabda : Sekali-kali jangan kamu melakukan shaum wishal. Beliau katakan sampai tiga kali. Lalu mereka (Sahabat) berkata : Bukankah engkau melakukannnya wahai Rasulullah? Beliau menjawab : Kamu sekalian bukanlah seperti aku dalam hal tersebut. Aku tidak ingin (tidak mungkin) Rabb (Tuhan Pencipta)-ku tidak memberi makan dan minum padaku. Maka kerjakan amal ibadah sesuai kemampuan kalian. (HR. Bukhari dan Muslim). Jika di antara kita hendak mendekatkan dirinya pada Allah secara intensif melalui ibadah shaum sebanyak-banyaknya sepanjang tahun, lakukanlah shaum Daud seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya pada pembahasan Shaum Tathowwu’ (Sunnah).

Oleh: Fathuddin Ja'far, MA
Sumber : http://www.eramuslim.com/

Baca Selengkapnya......

RAMADHAN BULAN PENUH RAHMAT DAN BERKAH

Ramadan adalah bulan paling mulia dengan segala keistimewaan yang ada padanya. Di dalam bulan ini, Allah Swt. menjadikan banyak sekali momen-momen istimewa yang merupakan kesempatan beramal shalih paling menguntungkan. Kita mengetahui bahwa di dalam Ramadan ada kewajiban berpuasa,



فال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أتاكم شهر رمضان شهر مبارك, كتب الله عليكم صيامه، تفتح فيه أبواب الجنة، وتغلق فيه أبواب الجحيم، وتغل فيه مردة الشياطين، وفيه ليلة هي خير من ألف شهر، من حُرِم خيرها فقد حرم (رواه النسائي والبيهقي وأحمد)

Rasulullah Saw. bersada, "Telah datang kepada kalian bulan Ramadan. Bulan yang penuh berkah. Di dalamnya, Allah mewajibkan puasa bagi kalian, pintu-pintu Surga dibuka lebar, pintu-pintu Neraka ditutup rapat, setan-setan dibelenggu. Di dalamnya juga terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan; barang siapa yang tidak mendapatkan kebaikannya, sungguh ia tidak mendapatkan kebaikan (HR. Ahmad, Al-Baihaqi, dan Al-Nasâ'i)."

Rasulullah Saw. selalu memberi kabar gembira kepada para sahaba setiap kali Ramadan tiba. Di antara kabar gembira itu adalah hadis di atas. Allah Swt. menjadikan bulan ini istimewa bagi setiap hamba-Nya. Baik hamba-Nya itu ahli takwa maupun ahli maksiat. "Yâ bâgil khairi aqbil, wayâ bâgisy syarri aqshir" (Wahai pegiat kebaikan, perbanyaklah kebaikanmu! Wahai pecandu keburukan, kurangilah keburukanmu!).

Allah berfirman, "Warabbuka yakhluqu mâ yasyâ'u wayakhtâr" (Dan Rabb-mu menciptakan segala yang Dia kehendaki dan memilihnya bagi siapa yang dikehendaki). Allah Swt. telah memilih Makkah sebagai tempat yang paling mulia di antara tempat-tempat lain di muka bumi. Allah telah memilih Muhammad Saw. sebagai Nabi dan Rasul paling mulia di antara para Nabi dan Rasul. Allah telah memilih hari Jumat sebagai hari yang paling mulia di antara hari-hari yang lain. Demikian halnya dengan bulan, Allah telah memilih Ramadan sebagai bulan yang paling mulia dan paling istimewa di antara bulan-bulan yang lain.

Jika kita mentadaburi Al-Quran, ada satu hal unik di antara keunikan-keunikan Al-Quran yang tiada terbatas. Keunikan itu adalah, Ramadan merupakan satu-satunya bulan yang namanya disebut dalam Al-Quran. Ini mengisyaratkan Ramadan sangat istimewa. Sebagaimana satu-satunya nama perempuan yang disebut dalam Al-Quran adalah Sayyidah Maryam. Rasulullah menyabdakan bahwa Sayyidah Maryam adalah salah satu wanita paling mulia yang telah mencapai derajat kesempurnaan.

Ramadan adalah bulan paling mulia dengan segala keistimewaan yang ada padanya. Di dalam bulan ini, Allah Swt. menjadikan banyak sekali momen-momen istimewa yang merupakan kesempatan beramal shalih paling menguntungkan. Kita mengetahui bahwa di dalam Ramadan ada kewajiban berpuasa, sedang Allah tidak mewajibkan puasa di bulan-bulan lain. Pada bulan Ramadan pintu surga terbuka lebar, pintu neraka dikunci rapat, setan-setan dibelenggu, pahala kebaikan dilipatgandakan; pahala amalan sunnah bagaikan amalan wajib, pahala satu amalan wajib seperti pahala tujuh puluh amalan wajib.

Pada bulan tersebut juga diturunkan Al-Quran sehingga bulan Ramadan lazim disebut dangan Syahrul Qur'ân (Bulan Al-Quran). Di dalamnya disyariatkan shalat tarawih, i’tikaf, dianjurkan banyak bersedekah, banyak membaca Al-Quran dan sebagainya. Juga terdapat malam Lailatul Qadar yang jika diisi dengan kabaikan, pahalanya lebih banyak dari pahala amalan yang dilakukan seribu bulan. Betapa meruginya orang yang hanya mengisinya dengan tidur atau melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat pada malam itu, karena ia seolah-olah telah tidur dan tidak berbuat kebaikan selama lebih dari seribu bulan.

Melihat begitu banyaknya keistimewaan bulan Ramadan ini, tidak heran jika Rasulullah Saw. bersabda, "Khâba wa khasir man adraka Ramadhâna walam yughfar lahu“ (Sungguh sangat merugi orang yang melewati Ramadan sedang ia tidak diampuni). Jika momen Ramadan yang sangat istimewa ini, tidak mampu dimanfaatkan dalam kebaikan untuk mendapatkan rahmat, ampunan, dan pembebasan dari Neraka, maka bagaimana lagi dengan bulan-bulan selain bulan Ramadan?

Mungkin ada orang yang bertanya, apa hikmah Allah menjadikan Ramadan begitu Istimewa? Rasulullah Saw. mengabarkan bahwa catatan amal tahunan manusia ditutup dan dilaporkan kepada Allah pada bulan Sya’ban. Oleh karena itu, Beliau sangat menganjurkan umatnya untuk memperbanyak ibadah di bulan Sya’ban agar akhir dari lembar kehidupannya berakhir dengan kebaikan (husnul khâtimah). Sebaliknya, seorang mukmin tentu tidak ingin menutup lembaran akhir buku kehidupannya, sedang dia dalam keadaan bermaksiat dan sangat jauh dari Allah Swt..

Jika Sya’ban merupakan bulan penutup lembaran lama kehidupan setiap muslim, maka Ramadan tentunya merupakan bulan pembuka lembaran baru kehidupannya. Di sinilah terlihat hikmah mengapa Ramadan merupakan bulan rahmat. Sungguh sebuah nikmat dan rahmat yang besar, Allah Swt. menjadikan umat Islam membuka buku catatan amalnya dengan bulan yang mulia ini, di mana mereka dapat menggores pena amalnya untuk memenuhi lembaran hidup barunya dengan catatan amal yang banyak.

Karena awal yang baik adalah isyarat akhir yang baik pula. "Man kânat lahû bidâyah muhriqah kânat lahû nihâyah musyriqah."
Maka, bersegeralah wahai kaum yang beriman untuk kita manfaatkan bingkisan dan kado surgawi ini dengan sebaik-baiknya. Agar kita keluar dari bulan Ramadan seperti bayi yang baru lahir; bersih dari noda dan dosa. Sehingga kita bisa memulai hidup baru dengan lembaran baru, semangat dan tekad yang baru.

Janganlah biarkan diri merugi, sebab jika Ramadan saja kita sia-siakan, bagaimana lagi dengan bulan yang lain? "Demi masa, sesungguhnya manusia benar-benar dalam keadaan merugi. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih, serta saling nasihat-menasihati dalam kebenaran dan kesabaran." Wallâhu a‘lam.

Oleh: Lalu Heri Afrizal. Lc.

Sumber : http://www.eramuslim.com/

Baca Selengkapnya......

Minggu, 30 Agustus 2009

PUASA ITU MADRASAH

MANUSIA diciptakan ke muka bumi ini tidak lain untuk beribadah kepada Allah SWT. Namun, manusia harus mengetahui fungsi dan peranan ibadah itu sendiri. Bila tidak mengerti, ibadah itu akan dianggap sebagai beban, bukan sebagai kebutuhan.


”Ramadan itu merupakan madrasahnya muslimin. Saat sekolah, manusia harus mampu menunjukkan prestasinya agar naik kelas. Begitu juga pada bulan puasa,” tutur Syeh Soleh Muhammad Basalamah, Pengasuh Pondok Pesantren Darussalam, Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes.

Menurut dia, dalam Ramadan ada proses pembelajaran yang dilakukan secara tertata, dengan jam pelajaran yang telah ditentukan. Contoh kecil ketika belum baligh, ibadah puasa hanya sekadar menahan haus dan lapar. Setelah dewasa, tentu harus ditambah dengan amalan-amalan soleh.

Tahun lalu, dalam satu Ramadan hanya hatam Alquran sekali, maka tahun ini harusnya hatam Alquran dua kali, dan seterusnya. Bagi orang dewasa harus ditambah sadaqah.

”Nilai-nilai ibadah itu, akan diganjar positif ataupun negatif langsung oleh ’sang guru agung’, Allah SWT. Sebagai pribadi muslim, harus introspeksi diri di setiap Ramadan,” ujarnya.
Bertambah Ilmu Menurut dia, di bulan Ramadan setiap muslim diharapkan bisa bertambah ilmunya. Sekarang sedang duduk di kelas berapa, maka ilmu dan amalnya harus diseimbangkan.

Ibarat menanam pohon, bertambah tahun maka akan semakin tumbuh, berbuah dan panen. ”Ketika kita mencapai derajat taqwa, maka kita dikategorikan sebagai hamba yang berhak panen, fitrah di Hari Raya,” ungkapnya.

Dia menambahkan, pada dasarnya Allah SWT tidak butuh ibadah manusia. Allah SWT hanya memberi rambu-rambu alias petunjuk. Manusia beribadah, tidak lain agar hidupnya bisa berubah dalam segala aspek. Beberapa ayat menjelaskan, bila shalat maka akan dijauhkan dari sifat nahi dan mungkar. Bila shadaqah maka akan ditambah rezekinya dan bila puasa maka akan ditingkatkan derajat taqwanya. (Bayu Setiawan-61)

Sumber : http://www.suaramerdeka.com/



Baca Selengkapnya......

Sabtu, 29 Agustus 2009

PUASA SEHATKAN JASMANI

’’Jika Allah menimpakan suatu kemudaratan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya selain Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.’’ (QS Al-An’aam : 17)



SEMUA orang pasti menginginkan sehat. Tapi sering orang melupakan arti kesehatan itu sendiri. Kita merasakan nikmat sehat, apabila sedang mengalami sakit. Sabda Rasulullah SAW: ni’mataani maghbubaani, al-shihhah wa al-faraagh (dua nikmat yang dilupakan oleh manusia, yakni sehat dan senggang). Untuk menciptakan kesehatan, Allah SWT memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk berpuasa.

Ada sementara orang yang bertanya, “Untuk apa sih, puasa?” Ada pula yang tidak mau berpuasa dengan alasan sakit maag, dan seterusnya, sehingga Ramadan dilalui dengan sia-sia. Mengapa demikian? Karena dia belum tahu manfaat berpuasa. Kalau saja dia tahu dan mau mencoba, maka dia bisa ketagihan untuk berpuasa. Puasa itu sebenarnya mengandung manfaat kesehatan yang luar biasa. Ia melampaui kesehatan fisik manusia, ia mampu menyelesaikan problem kesehatan fisik dan mental sekaligus.

Shirley Ross dalam bukunya ”Fasting The Super Diet”, menyatakan bahwa puasa membawa pertukaran metabolisme, yang sering tidak disadari oleh yang berpuasa itu sendiri, yaitu pertukaran metabolisme eksternal ke metabolisme internal.

Dalam sistem ini badan justru bekerja lebih giat, karena harus mengatur sendiri dan tidak tergantung pada sumber energi yang masuk. Sistem demikian berpengaruh pada otak, rasa lapar justru menimbulkan rasa senang dan bahagia. Dengan perasaan ini, orang yang berpuasa akan merasa sehat secara optimal, yakni secara fisik, psikis, moral, sosial, dan spiritual. Sehat fisik artinya tidak terdapat gangguan sakit apa pun yang dirasakan jasmani. Sehat psikis, jiwa yang terbebas dari gangguan stes, depresi, dan sebagainya. Sehat secara moral, menampilkan perilaku yang normal dan wajar: jujur, tawakal, sabar, dan sebagainya. Sehat secara sosial, sehat dalam hubungan kemasyarakatan: terbuka, suka bergaul, dan penuh kasih sayang. Dan sehat secara spiritual ialah sehat agamis, mampu melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya dengan baik dan benar.

Demikian besar manfaat puasa dalam kehidupan kita, terutama kesehatan. Dengan kesehatan, kita bisa melakukan apa saja. Sebaliknya, kalau sakit, apa saja menjadi tidak enak. Bahkan makan makanan favorit saja terasa pahit. Nah, itulah manfaatnya puasa. Jadi tidak ada alasan seeorang untuk tidak berpuasa. Benarlah sabda Nabi Muhammad SAW: Shuumuu tashihhu (puasalah kamu, akan menyehatkan).
Faktor Sehat

Khususnya kesehatan jasmani, ada sementara yang menyatakan karena ada dua faktor, yakni pola hidup dan pola makan. Pola hidup akan menyebabkan sakit psikis yang umumnya menimpa sebagian masyatakat era modern. Era ini mempunyai manfaat yang besar bagi kehidupan umat manusia, namun di sisi lain membawa akibat buruk, seperti kecenderungan berpikir rasional dan materialis. Akibatnya munculnya kegelisahan, seperti stres dan depresi, yang sesungguhnya keduanya tidak harus dihilangkan, tetapi dikelola dengan baik.

Faktor kedua ialalah pola makan. Islam melalui sabda Rasulullah SAW: Nahnu qaumun laa na’kulu hatta najuu’a, wa idzaa akalnaa laa nasyba’ (saya adalah sekelompok orang, tidak makan kecuali lapar dan apabila makan, tidak terlalu kenyang). Di sini ada unsur pengendalian makan. Perut tempat menampung segala makanan, sedangkan pikiran dan perasaan merupakan sumber ketegangan. Nabi Muhammad SAW bersabda: Al-ma’iddatu baitudda’ wa al-himyatu ra`su killi dawaa’ (perut adalah sumber penyakit dan obat yang paling manjur ialah diet).

Dengan berpegang pada prinsip diet ini, maka puasa adalah salah satunya. Banyak pengalaman yang menunjukkan bahwa dengan puasa seseorang teman saya yang sakit gula (diabetes mellitus), yang oleh dokter diperintah untk memotong jari-jarinya, tetapi dia tidak mau, dia justru sembuh dengan puasa Dawud (sehari puasa, sehari tidak puasa).

Ada juga teman yang terkena gejala sakit maag, secara logis, dia harus makan, tetapi dia pergunakan untuk berpuasa, Alhamdulillah, subhaanallah justru sembuh dari sakit maagnya. Survei membuktikan bahwa orang yang sedang berpuasa tidak tertarik dengan makanan di siang hari, maka produk asam lambung akan mengecil.

Sakit apa pun (kecuali luka) berpangkal pada hati. Ia mempunyai peran yang tidak kecil dalam masalah kesehatan. Sabda Rasul: “Ketahuilah bahwa dalam diri manusia ada segumpal daging, apabila dia baik, maka baiklah seluruh tubuh dan apabila rusak, maka rusaklah seluruh tubuh, itulah hati”.

Bagi pasien penderita sakit, ketenangan hati (psikis) sangat dibutuhkan, dan akan lebih memudahkan bagi proses penyembuhan. Motivasi-motivasi yang menumbuhkan ketenangan, rasa sabar dan semangat hidup yang tinggi akan membantu menguatkan jaringan. Dalam dunia kesehatan dikenal psiko-neuro-endokrinologi sehingga memudahkan tubuh dalam memproses obat-obatan yang diberikan guna pemulihan kesehatan. Wallahu a’lam bish shawab. Semoga bermanfaat.(62)

Sumber : http://www.suaramerdeka.com/

Baca Selengkapnya......

Jumat, 28 Agustus 2009

SAYA INGIN MENYAMPAIKAN SESUATU

Assalamu`alaikum wr.wb..

Saya ingin menyampaikan sesuatu yg selama ini cukup mengganggu saya, semoga tulisan ini bisa membuat lega hati saya, dengan harapan akan dapat pencerahan. Selama ini saya selalu terganggu dengan keberadaan saya, sebetulnya saya malu mengungkapkan karena ini sebetulnya masuk ke ranah pribadi, dan saya sudah berusaha menahan isi hati ini, tapi ternyata saya belum mampu.



Apa kabar sahabat. Mudah2an sahabat senantiasa berada dalam lindungan Allah SWT, tak terasa tanggal 11 September 2009 nanti bertepatan dengan ulang tahun saya genap 1 tahun saya mendapat anugerah sakit seperti ini.
Sebenarnya saya sudah tidak sabar ingin segera masuk kerja dan aktif lagi, sih… Ingin mulai beraktivitas seperti dulu, bertemu teman, melayani mereka, menulis laporan, membuat proposal, terlibat dalam proses asesmen, perjalanan ke luar kota, dll. Tapi para senior menyatakan dengan tegas, “Istirahat aja dulu, biar pulihnya total. Tenang aja, ntar juga akan datang waktunya akan dibantai abis sama kerjaan…” Hehehe… I really miss that day. Kok bisa, ya?. Teman-teman yang lain pun sama senada.
Eiits… jangan salah. Tentu saja termasuk juga di dalamnya ‘keindahan’ yang lain seperti update berita terakhir (mirip-mirip dengan bergosip, tapi konon kabarnya sih untuk tujuan mulia…), saling nyela dengan tega, dan tak ketinggalan: aneka hidangan khas seputaran warung pojok. Tentang hal terakhir ini, saya benar-benar kangen dengan singkong goreng yang merekah di pagi hari, nasi soto, blablabla… Belum lagi kalau ditambah dengan penganan yang dibawa dari rumah (kadang saya bawa bekal sendiri).
Nikmat luar biasa? Mungkin relatif. Sepertinya rasa cihuy itu datang dari ritual sharing yang secara tak tertulis berlaku. Sarapan semangkuk nasi soto dan segelas teh tawar Benar-benar finger lickin’ good!. Bisa jadi ini sangat membantu untuk meringankan beban syaraf, sehingga lebih rileks. Kesulitan dan ketegangan bukan tidak ada. Tantangan tugas, adaaa saja. Siapa takut? Hajar bleh…
Serius, deh. Saat ini saya benar-benar kangen beraktivitas itu. Satu lagi nikmat dariNya buat saya: sahabat-sahabat, para senior dan lingkungan yang sangat menyenangkan. Seperti keluarga besar buat saya, dengan pembelajaran dan pengembangan diri yang dinamis. Peran mereka sangat signifikan dalam membantu perjuangan saya dan keluarga, saat berjibaku lebih dari 11 bulan ini, di rumah sakit juga di rumah. Mereka ada di saat perasaan 1001: cemas, lega, marah, sedih, jenuh, berharap, pesimis, kecewa, dan seterusnya.
Sahabat, saya sekarang ini benar2 sedang merasa bingung dan terpuruk, merasa kalut banget akan masalah yang sedang saya hadapi. Saya bingung, masalah yang saya hadapi sekarang rumit banget, dan benar2 membutuhkan orang yang memang mengerti tentang ini.

Begini.
Setiap orang pasti pernah mengalami saat-saat sulit dalam menjalani kehidupannya. Kadang kesulitan itu memang membuat seseorang frustasi, bingung, stres, panik, putus asa dan sikap negatif lainnya. menyebabkan mereka gampang gelisah, tegang, dan marah. Mereka menjalani kehidupan ini dengan beban masalah dan tekanan batin yang luar biasa beratnya, sehingga menjauhkan mereka dari kebahagiaan hidup. Seperti yang saya alami ini bagaimana tidak, dalam kondisi sakit tak berdaya seperti ini saya masih harus menanggung beban keluarga yang cukup besar.
Mungkin gak perlu di tanya, bagaimana keadaan keluarga saya saat ini. Sekarang keluarga saya sedang sakit dalam artian bukan sakit fisik, tapi lebih kepada batin. Kebetulan mereka semua (anak-anak) masih butuh biaya yang banyak (untuk biaya transportasi dan uang sekolah anak, bayar listrik, PAM, telepon, dll) sementara saya sudah tidak ada pemasukan penghasilan, dan tabungan saya sudah habis pada bulan ke 4 semenjak sakitnya saya.

Allahuakbar, Allah Maha Besar, Maha Suci Allah, saya masih diberi kekuatan untuk gak melakukan hal2 yang dimurkai Allah dan akhirnya saya bersama keluarga saya sepakat, dan sama2 ber-komitmen untuk menjalani kehidupan ini dengan apa adanya.

Akhirnya dengan berat hati, walaupun sulit memutuskan, tapi Alhamdulillah keluarga saya akhirnya memberi restu kepada saya untuk menjual apapun yang bisa kami jual untuk mempertahankan kehidupan ini.

Apa yang harus saya lakukan sekarang? Saya benar2 bingung sekarang. Saya kalut banget. Saya saat ini cuma bisa berlindung dibalik do'a, dan itupun jujur saja belum bisa membuat hati saya lebih tenang. Mungkin saya bener2 harus belajar dengan apa yg namanya "IKHLAS". Tapi saya benar2 sulit menerima ini semua. Sudah hampir 3 bulan ini saya sangat terpuruk sekali. Kalau obat memang saya pilih tidak menebus karena harganya mahal dan tidak terbeli (yang ditanggung askes hanya obat tertentu saja), tapi untuk kebutuhan pokok seperti beli beras sudah tidak mungkin saya lakukan (gaji saya minus / bisa di cek pada bendaharawan gaji, insentif dan lauk pauk ataupun penerimaan lain mulai januari 2009 kemarin sudah tidak lagi saya dapat) jadi saya menjalani hidup tanpa pendapatan, tanpa pemasukan, tanpa uang sesenpun, tanpa tabungan sedikitpun (bahkan sudah di close / ditutup pihak bank karena lama tidak terisi) sulit bagi saya untuk melakukannya apalagi sudah tidak ada barang lagi yang bisa saya jual (terakhir motor anak saya yang tiap hari digunakan untuk berangkat dan pulang kuliah / saya jual setelah sekian kali hanya mampu membayar bunga dan denda karena tidak berdaya untuk menebusnya).

Saya takut banget sekarang ini, takut akan adanya 1001 pengaruh dari luar yang dapat menggoyahkan pendirian keluarga saya akan komitmen kami sebelumnya.

Mohon pencerahan dan petunjuk akan apa yang harus saya lakukan sekarang. Sudah terlalu lama saya menunggu kesembuhan penyakit saya yang tak kunjung datang, apakah kesabaran saya akan membuahkan hasil yang baik?

Tiap sholat saya selalu meneteskan air mata, saya merasa hina banget di hadapan sang khalik, saya merasa berdosa sekali. (saat ini saya hanya bisa sholat sambil duduk)

Saya banyak2 berdoa sama Allah SWT, mudah2an tetap diberi kesabaran, dan semoga Yang Maha Kuasa memudahkan saya untuk tetap dapat membina sebuah keluarga yang shakinah, mawadah, warohmah, sebuah keluarga yg Engkau ridhai ya Allah. Amien ya Robbal'Alamin.

Saya juga begitu takut kuliah & sekolah anak2 saya, tiba2 berhenti ditengah jalan mengingat per-ekonomian keluarga saya yang melemah, sehingga saya harus kehilangan cita2 saya, Allhamdulillah saudara dan tetangga ada saja yang memberi beras ataupun sayur, walaupun bisa makan, tapi yang jelas saya sekeluarga menanggung beban dan malu dengan semuanya.

Saat ini yang saya lakukan hanya tetap Percaya dan Mengucap Syukur Apa pun yang terjadi dalam kehidupan ini, Saya yakin dan percaya bahwa Allah senantiasa turut bekerja untuk melepaskan saya dalam setiap kesulitan dan penderitaan. Sehingga dengan keyakinan tersebut saya bisa selalu mengucap syukur atas segala perkara yang terjadi dalam kehidupan saya.

Keyakinan atau iman inilah yang membuat saya terus bergerak, selangkah demi selangkah meskipun saya tidak bisa melihat ke mana arah jalan hidup saya menuju. Keyakinan akan pernyataan Allah memberi saya kekuatan untuk bergerak. Janji-Nya bahwa segala sesuatu adalah untuk mendatangkan kebaikan memberi saya harapan bahwa setiap langkah saya — sekecil apa pun – semakin mendekatkan diri saya pada rencanaNya yang terbaik untuk saya.

Kesulitan dan penderitaan janganlah membuat kita berhenti dan menyerah, karena jika kita berhenti maka berarti kematian.

Saya terus berusaha maju selangkah demi selangkah. Saya menyadari berhenti berarti kematian bagi saya (ingat bahwa putus asa dan menyerah sama dengan kematian secara mental!). Dengan kombinasi antara prinsip terus bergerak (kalau tidak berarti mati) dan keyakinan akan pernyataan Allah dan janji kebaikan bagi kita saya terus melangkah satu per satu sampai akhirnya saya menemukan tempat atau kebaikan yang dijanjikanNya.

Kemudian sayapun merenung ……
Apa yang sesungguhnya yang membedakan seorang yang sukses dengan orang rata-rata? Bukan karena kepandaian, kekuatan, ataupun kekayaan yang dimilikinya, tetapi yang membuat seseorang sungguh-sungguh hebat adalah karena mereka mengetahui bagaimana caranya menanggung penderitaan yang tak terperikan dan bagaimana menahan beban yang tak tertanggungkan.

Marhaban ya Ramadhan. Marilah kita memohon ridho-Nya dalam bulan suci ini. Selamat menunaikan ibadah puasa. Mohon maaf lahir dan batin.

Mohon pencerahan-nya sahabat. Saya bingung sekali saya harus bercerita kepada siapa lagi. Mohon maaf yang sebesar-besar nya apabila sahabat sedikit terganggu karena curahan hati saya yang kepanjangan, mudah2an sahabat selalu diberi kemudahan sama Allah SWT, amien. Terima kasih, sahabat.

wasallammu`alaikum wr. wb

Semarang, akhir Agustus 2009

Saya yang sedang sakit

NB : mohon maaf dengan sangat untuk jangan dipublikasikan kepada pihak manapun …


Baca Selengkapnya......

MANAJEMEN RAMADHAN ROSULLULLAH

Agar Ramadhan menjadi bulan rahmat, ampunan dan keselamatan dari neraka maka momentum yang penuh berkah ini perlu dijadikan sebagai momentum Training Manajemen Syahwat, dan sekaligus menjadi Training Manajemen Ibadah. Inilah yang dilakukan Rasul Saw. Sebab itu, kita perlu menelusuri bagaimana Rasulullah Saw dan generasi Islam pertama, generasi terbaik umat ini, menjalankan manajemen Ramadhan.


Untuk mendapatkan gambaran utuh dari manajamen Ramadhan Rasul Saw. ada empat situasi yang perlu kita perhatikan. Pertama, sebelum memasuki Ramadhan. Kedua, saat memasuki Ramadhan. Ketiga, setelah memasuki Ramadhan. Keempat, ketika memasuki 10 hari terakhir.

Pertama, sebelum memasuki Ramadhan

Para Sahabat dan generasi setelah mereka (Tabi’in) selalu merindukan kedatangan Ramadhan. Mereka selalu berdoa agar diberi Allah kesempatan menemui Ramadhan sejak enam bulan sebelum Ramadhan tiba. Imam Malik, misalnya, sering minta izin pada Sahabatnya setelah pengajian untuk mempelajari bagaimana Sahabat memenej kehidupan ini, termasuk hal-hal yang terkait dengan Ramadhan mereka. Kendati Beliau tidak hidup bersama para Sahabat, namun Beliau mampu meneladani mereka melalui sejarah hidup mereka.

Ma’la Bin Fadhal berkata : Dulu Sahabat Rasul Saw. berdoa kepada Allah sejak enam bulan sebelum masuk Ramadhan agar Allah sampaikan umur mereka ke bulan yang penuh berkah itu. Kemudian selama enam bulan sejak Ramadhan berlalu, mereka berdoa agar Allah terima semua amal ibadah mereka di bulan itu. Di antara doa mereka ialah : Yaa Allah, sampaikan aku ke Ramadhan dalam keadaan selamat. Yaa Allah, selamatkan aku saat Ramadhan dan selamatkan amal ibadahku di dalamnya sehingga menjadi amal yang diterima.

Dari sikap dan doa yang mereka lakukan, jelas bagi kita bahwa para Sahabat dan generasi setelahnya sangat merindukan kedatangan Ramadhan. Mereka sangat berharap dapat menjumpai Ramadhan agar mereka meraih semua janji dan tawaran Allah dan Rasul-Nya dengan berbagai keistimewaan yang tidak terdapat di bulan-bulan lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa para Sahabat dan generasi setelahnya memahami dan yakin betul akan keistimewaan dan janji Allah dan Rasul-Nya yang amat luar biasa seperti rahmah (kasih sayang), maghfirah (ampunan) dan keselamatan dari api neraka. Inilah yang diungkapkan Imam Nawawi : Celakalah kaum Ramadhaniyyin. Mereka tidak mengenal Allah kecuali di bulan Ramadhan. Sungguh Rasulullah, Sahabat dan generasi setelahnya mengenal Allah sejak jauh-jauh hari sebelum Ramadhan dan di bulan Ramadhan pengenalan kepada Allah lebih mereka tingkatkan.

Kedua, saat memasuki Ramadhan

Saat hilal muncul di ufuk pertanda Ramadhan tiba, Rasul dan para Sahabat melihat dan menyambutnya dengan suka cita sambil membacakan doa seperti yang diceritakan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu dalam hadits berikut :
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا رَأَى الْهِلاَلَ قَالَ :« اللَّهُ أَكْبَرُ ، اللَّهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِالأَمْنِ وَالإِيمَانِ وَالسَّلاَمَةِ وَالإِسْلاَمِ وَالتَّوْفِيقِ لِمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى ، رَبُّنَا وَرَبُّكَ اللَّهُ
Dari Ibnu Umar dia berkata : Bila Rasul Saw. melihat hilal (anak bulan) dia berkata : Allah Maha Besar. Ya Allah, jadikanlah hilal ini bagi kami membawa keamanan, keimanan, keselamatan, keislaman dan taufik kepada yang dicintaii Robb kami dan diridhai-Nya. Robbb kami dan Robbmu (hilal) adalah Allah. (HR. Addaromi).

Itulah contoh nyata dari Rasul Saw. dan para Sahabat ketika meyambut kedatangan Ramadhan. Bukan dengan hiruk pikuk pawai di jalanan sambil keliling kota memukul beduk dan sebagainya. Tidak pula dengan pesta petasan yang jelas-jelas menimbulkan keributan dan mubazir. Bukan pula dengan ajang promosi produk dan dan iklan diri agar dikenal dan dipilih masyarakat untuk jadi pejabat. Namun, keyakinan, pikiran, perasaan, kerinduan dan hati mereka tertuju hanya pada kebesaran Ramadhan yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya. Dengan harapan, jika amal ibadah Ramadhan dijalankan dengan ikhlas dan khusyu’, mereka akan meraih rahmat, ampunan dan terbebas dari api neraka. Ketiga nikmat itu tidak akan ternilai harganya bagi mereka kendati dengan dunia dan seisinya.


Ketiga, setelah memasuki Ramadhan

Apa yang dilakukan Rasul dan para Sahabat setelah memasuki Ramadhan? Setelah memasuki bulan Ramadhan, sejak hari pertama dan sampai hari terakhir, Rasulullah dan para Sahabat meningkatkan kemampuan menahan diri dari berbagai syahwat, seperti syahwat telinga, syahwat mata, syahwat lidah, syahwat perut (makan dan minum), syahwat kemaluan, syahwat cinta dunia, syahwat kesombongan dan berbagai syahwat yang memalingkan mereka dari mengingat dan cinta pada Allah serta akhirat. Latihan mengendalikan dan menundukkan berbagai syahwat ini dilakukan sejak terbit fajar sampai tenggelam matahari. Inilah inti shaum (puasa) Ramadhan yang diwajibkan Allah.

Apakah setelah sepanjang hari bergulat dengan dorongan-dorongan berbagai syahwat tersebut di malamnya digunakan untuk istirahat, makan, minum dan sebagainya? Ternyata tidak. Di malam harinya Rasulullah dan para Sahabat memanfaatkannya untuk qiyam (berdiri beramal ibadah) seperti shalat taraweh, berzikir, membaca dan tadabbur Al-Qur’an dan berbagai ibadah lainnya. Artinya, selama Ramadhan, Rasul dan para Sahabat benar-benar menfokuskan diri bertaqorrub kepada Allah melalu training manajemen syahwat dan sekaligus training manajemen ibadah. Dua hal inilah yang harus dimiliki oleh setiap hamba yang ingin mendapat ridha Allah di dunia dan bertemu dengan-Nya di syurga.

Aisyah meriwayatkan : Rasulullah adalah orang yang paling dermawan. Di bulan Ramadhan Beliau lebih dermawan lagi ketika bertemu Jibril. Jibril menemui Beliau setiap malam Ramadhan untuk mengajarkan (mudarosah) Al-Qur’an. Sebab itu, kederwawanan Rasul Saw. di bulan Ramadhan lebih kencang dan lebih merata dari angin. (HR. Bukhari).

Inilah contoh nyata dari Rasul Saw. dan para Sahabat ketika mereka memasuki bulan Ramadhan. Hampir tak satupun syahwat yang tidak dapat mereka tundukkkan dan kendalikan dan tak satupun kebaikan dan amal sholeh yang mereka tinggalkan. Ramadhan benar-benar menjadi sistem penyeimbang dalam hidup ini sehingga mereka berhasil terbebas dari pengaruh syahwat karena merekalah yang mengendalikannya. Pada waktu yang sama, mereka berhasil meningkatkan kualitas diri dengan berbagai amal ibadah yang mereka lakukan dalam rangka taqorrub ilallah. Dengan demikian tercapai janji Rasul Saw. Siapa yang shaum (puasa) di bulan Ramadhan dan dia mengetahui aturan mainnya (batas-batasnya), dia menjaga apa yang seharusnya dijaga maka akan dihapus dosa-dosa sebelumnya. (HR. Ahmad dan Baihaqi).

Keempat, ketika memasuki 10 hari terakhir Ramadhan

Jika kita teliti prilaku hidup Rasul Saw. dan para Sahabat di bulan Ramadhan, kita menemukan berbagai keajaiban. Di antaranya ialah, saat memasuki 10 hari terakhir Ramadhan. Apa yang mereka lakukan sangat kontras dengan apa yang terjadi di negeri ini. 10 Hari terakhir Ramadhan mereka habiskan di masjid, bukan di pasar, tempat kerja, di pabrik, kunjungan daerah dan sebagainya.

Menurut presepsi dan prilaku kebanyakan masyarakat Muslim Indonesia, 10 terakhir Ramadhan itu adalah kesempatan berbelanja untuk mempersiapkan keperluan lebaran dan pulang kampung, kendati mengakibatkan harga-harga semua barang naik dan membubung. Anehnya, mereka ikhlas dan tetap semangat berbelanja. Sebab itu, mereka meninggalkan masjid-masjid di malam hari dan tumpah ruah ke tempat-tempat perbelanjaan sejak dari yang tradisional sampai ke mal-mal moderen.

Lalu apa yang terjadi? Berbagai syahwat cinta dunia tidak berhasil dikendalikan, dan bahkan cenderung dimanjakan di bulan yang seharusnya dikendalikan. Pada waktu yang sama, semangat beramal ibadahpun tidak terbangun dengan baik sehingga kehilangan banyak momentum dan keistimewaan yang dijanjikan Allah dan Rasulnya. Coba bayangkan, terhadap janji Allah yang bernama Lailatul Qadr yang nilainya lebih baik dari 1.000 bulan saja belum tertarik? Jika tertarik, tentu mereka mengejarnya di masjid pada 10 hari terakhir Ramadhan dengan cara beri’tikaf di dalamnya secara penuh seperti yang dicontohkan Rasul Saw. Ini yang terjadi pada salah seorang teman ketika ditanya kenapa gak jadi i’tikaf? Dia katakan : saya sedang sibuk-sibuknya sosialisasi ke daerah. Lalu saya katakana : Mana yang lebih mahal menurut Rasulullah, i’tikaf di masjid 10 hari terakhir Ramadhan atau sosialiasi pencalegan Anda? Kemudian Anda bisa jamin umur Anda akan sampai pada 10 terakhir Ramadhan yang akan datang? Sungguh terkadang kita berlagak seakan lebih pintar, lebih hebat dan lebih sibuk berjuang dari Rasul Saw.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari, Abu Daud dan Ibnu Majah bahwa Rasul Saw. beri’tikaf 10 hari terakhir Ramadhan. Pada tahun terakhir berjumpa Ramadhan, Beliau i’tikaf selama 20 hari. Kebiasaan I’tikaf ini diteruskan oleh para Sahabat dan istri-istrinya setelah peninggalan Beliau.

Inilah prilaku yang dibangun Rasul Saw. saat memasuki 10 hari terakhri Ramadhan dan diteruskan oleh para Sahabat dan istri-istrinya sepeninggalan Beliau.

Pertanyaannya adalah : Bukankah Rasulullah orang yang paling sibuk berdakwah dan mengurusi umatnya? Bukankah para Sahabat orang yang paling giat berdakwah dan berjihad di jalan Allah? Lalu, kenapa mereka bisa melaksanakan i’tikaf di 10 terakhir Ramadhan? Jawabanya ialah : itulah jalan yang harus ditempuh sebagai bagian dari sistem Allah yang menyampaikan hamba-Nya ke tingkat taqwa, tak terkecuali Rasulullah dan para Sahabatnya. Lalu bagaimana dengan kita? Sudah pasti jalannya sama jika menginginkan sampai ke pringkat yang sama (taqwa).

Sumber : http://www.eramuslim.com/

Baca Selengkapnya......

Jumat, 21 Agustus 2009

MENYIKAPI RAMADHAN

Menyikapi Ramadan

A Mustofa Bisri

’’Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.’’ (QS Al-Baqarah : 183)

Salah satu yang mungkin bisa dianggap sebagai tanda bahwa masyarakat kita adalah masyarakat religius ialah sikap kita menyikapi Ramadan. Kita begitu bersemangat menyambutnya saat Ramadan datang. “Marhaban Ya Ramadan!” kata spanduk-spanduk yang kita pasang di jalanan, “Selamat Datang Wahai Ramadan!”


Pesantren-pesantren, masjid-masjid, dan mushala-mushala sudah sejak dini mempersiapkan segala sesuatu bagi acara khusus Ramadan; mulai dari mempersiapkan sound system bagi syiar Islam, membuat kurikulum pengajian kilat, hingga penunjukan ustad-ustad.

Organisasi-organisasi ke-Islam-an, instansi-instansi, pers, dan lembaga-lembaga yang lain juga mulai sibuk mengatur jadwal kegiatan Ramadan. Bahkan sejumlah televisi yang biasanya hanya tertarik menayangkan persoalan-persoalan duniawi, menjelang Ramadan berlomba-lomba mengatur siasat bagaimana menayangkan program-program yang berbau akhirat.

Anak-anak muda kampung juga sudah membentuk grup musik dadakan untuk keperluan membangunkan sahur. Tidak itu saja; pesan-pesan SMS berisi tahniah Ramadan melalui telepon-telepon genggam pun bersliweran mirip zaman pemilihan umum kemarin.

Sebentar lagi langit Indonesia akan menyaksikan gemuruh dan gegap-gempitanya syiar Ramadan terpancar dari pengeras-pengeras suara surau dan masjid serta layar-layar kaca rumah-rumah. Bersaing dengan ramainya pengajian-pengajian bergilir yang diselenggarakan instansi-instansi pemerintah maupun swasta.
Kekuatan Mental

Semua itu kasat mata dan bisa dirasakan oleh indra kita. Pertanyaannya justru: bagaimana dengan yang tidak kasat mata? Apakah qalbu dan jiwa kita juga juga sesemangat itu menyambut datangnya bulan suci ini; sehingga siap untuk dididik dan dilatih oleh Ramadan untuk menjadi muslim dan mukmin yang lebih kuat?

Menurut Rasulullah SAW, orang mukmin yang kuat ”khairun wa ahabbu ilaa ’Llaahi min al-mu’mini ’dh-dha’iif...” (H.R. Imam Muslim dari shahabat Abu Hurairah r.a). “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai oleh Allah daripada mukmin yang lemah.”

Tentu saja kuat di sini bukan dari segi fisik saja, namun terutama dari segi mental. Bukankah banyak sekali orang yang secara fisik kuat, namun secara mental sangat lemah? Bahkan ada orang yang menyembunyikan kelemahan mentalnya dengan menunjukkan kekuatan fisik.

“Laisa’sy-syadiidu bishora’ati.” (H.R. imam AL-Bukhari dan imam Muslim dari shahabat Abu Hurairah r.a). Orang kuat tidak dilihat dari kemampuannya membanting orang. Orang yang benar-benar kuat ialah orang yang mampu menguasai diri saat marah.

Di bulan suci Ramadan inilah, kita secara intens dididik dan dilatih mengendalikan, mengekang, dan menguasai diri. Dimulai dari ’pelajaran’ paling awal: mengekang nafsu makan-minum dan kelamin, lalu ’naik klas’: mengekang nafsu-nafsu yang lain yang lebih sulit; seperti marah, benci, hasut, dsb. dst. . Kemudian pada akhirnya diharapkan ’lulus’: menjadi mukmin yang benar-benar kuat yang dicintai Tuhan. Menjadi raja di kerajaan diri.
Orang yang lemah tidak akan mampu menjadi raja di kerajaan dirinya sendiri; apalagi menjadi khalifah di muka bumi. Allah menghendaki kita menjadi khalifahNya di muka bumi ini, karena itu “wallahu a’lam. Ia memberikan kepada kita berbagai fasilitas dan kemudahan untuk dapat mengemban amanat itu. Satu di antaranya ialah kesempatan berlatih dan menggembleng diri sebulan suntuk di bulan suci ini.

Apabila kita tidak menggunakan kesempatan ini untuk meningkatkan kualitas dan kekuatan diri kita, maka Ramadan akan berlalu seperti bulan-bulan yang lain. Perikehidupan dan pergaulan kita akan tetap seperti yang sudah-sudah. Perikehidupan dan pergaulan yang lemah yang dipenuhi oleh sikap dan perilaku khas manusia-manusia lemah yang tidak pantas disebut khalifah Allah. Manusia-manusia yang dengan mudah ditaklukkan dan diperbudak oleh apa saja yang seharusnya dikuasainya; seperti harta, kedudukan, dan kepentingan-kepentingan lainnya. Manusia yang tidak menghargai dirinya sendiri. Semoga Allah mengampuni kita, merahmati kita, dan menolong kita untuk dapat menyikapi dengan benar RamadanNya ini. Amin. (76)

— Penulis adalah Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang


Baca Selengkapnya......

HIKMAH RAMADHAN

MASYRU'IYAT PUASA RAMADHAN

"Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu sekalian puasa, sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu sekalian bertaqwa "( QS Al-Baqarah : 183 ).

1. Puasa Ramadhan hukumnya Fardu `Ain
2. Puasa Ramadhan disyari'atkan bertujuan untuk menyempurnakan ketaqwaan



KEUTAMAAN BULAN RAMADHAN DAN KEUTAMAAN BERAMAL DIDALAMNYA

1. Bulan Ramadhan adalah:
a. Bulan yang penuh Barakah.
b. Pada bulan ini pintu Jannah dibuka dan pintu neraka ditutup.
c. Pada bulan ini Setan-Setan dibelenggu.
d. Dalam bulan ini ada satu malam yang keutamaan beramal didalamnya lebih baik daripada beramal seribu bulan di bulan lain, yakni malam LAILATUL QADR.
e. Pada bulan ini setiap hari ada malaikat yang menyeru menasehati siapa yang berbuat baik agar bergembira dan yang berbuat ma'shiyat agar menahan diri.

2. Keutamaan beramal di bulan Ramadhan antara lain :

a. Amal itu dapat menutup dosa-dosa kecil antara setelah Ramadhan yang lewat sampai dengan Ramadhan berikutnya.
b. Menjadikan bulan Ramadhan memintakan syafaa't.
c. Khusus bagi yang puasa disediakan pintu khusus yang bernama Rayyaan untuk memasuki Jannah.

RUKUN PUASA

a. Berniat sejak malam hari
b. Menahan makan, minum, koitus (Jima') dengan istri di siang hari sejak terbit fajar sampai terbenam matahari (Maghrib),

Wanita yang sedang haidh dilarang puasa sampai habis masa haidhnya, lalu melanjutkan puasanya. Di luar Ramadhan ia wajib mengqadha puasa yag ditinggalkannya selama dalam haidh.

YANG DIBERI KELONGGARAN UNTUK TIDAK PUASA RAMADHAN

Orang Mu'min yang diberi kelonggaran diperbolehkan untuk tidak puasa Ramadhan, tetapi wajib mengqadha di bulan lain, mereka itu ialah :
a). Orang sakit yang masih ada harapan sembuh.
b) Orang yang bepergian ( Musafir ). Musafir yang merasa kuat boleh meneruskan puasa dalam safarnya, tetapi yang merasa lemah dan berat lebih baik berbuka, dan makruh memaksakan diri untuk puasa.

Orang Mu'min yang diberi kelonggaran diperbolehkan untuk tidak mengerjakan puasa dan tidak wajib mengqadha, tetapi wajib fidyah (memberi makan sehari seorang miskin). Mereka adalah orang yang tidak lagi mampu mengerjakan puasa karena :
a). Umurnya sangat tua dan lemah.
b). Wanita yang menyusui dan khawatir akan kesehatan anaknya.
c). Karena mengandung dan khawatir akan kesehatan dirinya.
d). Sakit menahun yang tidak ada harapan sembuh.
e). Orang yang sehari-hari kerjanya berat yang tidak mungkin mampu dikerjakan sambil puasa, dan tidak mendapat pekerjaan lain yang ringan.

HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA

a. Sengaja makan dan minum di siang hari. Bila terlupa makan dan minum di siang hari, maka tidak membatalkan puasa.
b. Sengaja membikin muntah, bila muntah dengan tidak disengajakan, maka tidak membatalkan puasa.
c. Dengan sengaja menyetubuhi istri di siang hari Ramadhan, ini disamping puasanya batal ia terkena hukum yang berupa : memerdekakan seorang hamba, bila tidak mampu maka puasa dua bulan berturut-turut, dan bila tidak mampu, maka memberi makan enam puluh orang miskin.
d. Datang bulan di siang hari Ramadhan ( sebelum waktu masuk Maghrib)

HAL-HAL YANG BOLEH DIKERJAKAN WAKTU IBADAH PUASA

a. Menyiram air ke atas kepala pada siang hari karena haus ataupun udara panas, demikian pula menyelam kedalam air pada siang hari.
b. Menta'khirkan mandi junub setelah adzan Shubuh.
c. Berbekam pada siang hari.
d. Mencium, mencumbu istri tetapi tidak sampai bersetubuh di siang hari (hukumnya makruh)
e. Beristinsyak (menghirup air kedalam hidung) terutama bila akan berwudhu, asal tidak dikuatkan menghirupnya.
f. Disuntik di siang hari.
g. Mencicipi makanan asal tidak ditelan.

ADAB-ADAB PUASA RAMADHAN
1. Berbuka apabila sudah masuk waktu Maghrib.
Sunnah berbuka adalah sbb :
a. Disegerakan yakni sebelum melaksanakan shalat Maghrib dengan makanan yang ringan seperti rutob (kurma muda), kurma dan air saja, setelah itu baru melaksanakan shalat.
b. Tetapi apabila makan malam sudah dihidangkan, maka terus dimakan, jangan shalat dahulu.
c. Setelah berbuka berdo'a dengan do'a sbb : Artinya : "Telah hilang rasa haus, dan menjadi basah semua urat-urat dan pahala tetap wujud insya Allah."

2. Makan sahur. Adab-adab sahur :
a. Dilambatkan sampai akhir malam mendekati Shubuh.
b. Apabila pada tengah makan atau minum sahur lalu mendengar adzan Shubuh, maka sahur boleh diteruskan sampai selesai, tidak perlu dihentikan di tengah sahur karena sudah masuk waktu Shubuh.

3. Lebih bersifat dermawan (banyak memberi, banyak bershadaqah, banyak menolong) dan banyak membaca al-qur'an
4. Menegakkan shalat malam/shalat Tarawih dengan berjama'ah. Dan shalat Tarawih ini lebih digiatkan lagi pada sepuluh malam terakhir (20 hb. sampai akhir Ramadhan). Cara shalat Tarawih adalah :
a. Dengan berjama'ah.
b. Salam tiap dua raka'at dikerjakan empat kali, atau salam tiap empat raka'at dikerjakan dua kali dan ditutup dengan witir tiga raka'at.
c. Dibuka dengan dua raka'at yang ringan.
d. Bacaan dalam witir : Raka'at pertama : Sabihisma Rabbika. Roka't kedua : Qul yaa ayyuhal kafirun. Raka'at ketiga : Qulhuwallahu ahad.
e. Membaca do'a qunut dalam shalat witir.

5. Berusaha menepati lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir, terutama pada malam-malam ganjil. Bila dirasakan menepati lailatul qadar hendaklah lebih giat beribadah dan membaca : Yaa Allah Engkaulah pengampun, suka kepada pengampunan maka ampunilah aku.
6. Mengerjakan i'tikaf pada sepuluh malam terakhir.
7. Menjauhi perkataan dan perbuatan keji dan menjauhi pertengkaran.

Cara i'tikaf:
a. Setelah shalat Shubuh lalu masuk ke tempat i'tikaf di masjid.
b. Tidak keluar dari tempat i'tikaf kecuali ada keperluan yang mendesak.
c. Tidak mencampuri istri dimasa i'tikaf.


Baca Selengkapnya......

Rabu, 19 Agustus 2009

TASAWUF DALAM DUNIA ISLAM

Oleh : Ihsan Maulana

Tasawuf dalam dunia Islam menduduki posisi tersendiri yang banyak berpengaruh dalam perjalanan peradaban Islam, perkembangan dan ketinggian posisinya melebihi dari kritikan pengamat dan penentang akannya.

Dunia pencarian Tuhan ini terus ber-evolusi menawarkan kebenaran instuitif yang sering dicari manusia yang berada dalam keputusasaan rasionalitas dan intelektual. Di saat pilihan rasionalitas tidak menemukan jawaban, di saat jawaban tidak lagi memuaskan, di saat rasionalitas terjebak dalam kegersangan rasa, maka pengetahuan intuitif sering kali menjadi alternative pilihan.


Tasawuf sendiri seperti dikemukakan dalam paragraph kedua, mempunyai warna sesuai dengan kondisi pelaku dan waktu yang melingkupinya. Memang terkadang sulit merasionalkan tasawuf dengan rasionalitas. Karena sebagian diantaranya adalah pengetahuan yang tidak dapat dibuktikan oleh pengetahuan rasionalitas yang begitu deskriptif dan definitif. Ia adalah pegetahuan subjektif yang masing-masing orang berbeda persepsi, satu titik yang bertolak belakang dengan objektifitas yang jadi ukuran utama kebeneran dalam rasio. Apapun definisinya tidak akan pernah bisa mengungkapkan hal yang sebenarnya. Layaknya definisi mawar tidak akan pernah bisa merasakan keindahan mawar itu sendiri. Jadi wajar jika dalam perjalanannya ia tetap menjadi ulasan sepanjang waktu, perdebatan para pakar, menghasilkan banyak sarjana, bukan saja dalam dunia Islam tapi juga dalam dunia orientalisme.

Tapi apapun versi tasawufnya, semua penganutnya percaya bahwa apa yang mereka percaya dan kerjakan adalah terdapat dalam al-Qur’an dan contoh nyata Muhammad, SAW.

Metode yang digunakan untuk memenuhi ambisi penulis dalam membidik evolusi tasawuf adalah dengan mengkaji litearatur-literatur (litterer research)yang berisi dan menyinggung tasawuf. Cara utama dan pertamanya ialah melihat tahun atau masa dimana para sufi dan ahli tarekat hidup. Tahun hidup para sufi dan ahli tarekat itu penulis urutkan satu-persatu dan dari sana penulis meneliti karakter ajaran dan prilaku yang dijalankan, setelah diketahui kareakter dari masa tertentu kemudian penulis jadikan sebuah periodesasi. Cara kedua yang penulis lakukan adalah melihat hubungan antara satu ajaran dengan ajaran lain, melihat pada masa siapa istilah tersebut muncul.

Dengan cara diatas, kemudian penulis bisa menemukan bagaimana evolusi tasawuf ke tasawuf selanjutnya dan evolusi tasawuf ke tarekat terjadi.

Embrio Tasawuf Dalam Islam (Asketisme)

Sejak zaman sahabat sudah dikenal beberapa sahabat yang dikenal memiliki kepribadian mengagumkan. Mereka menganut secara ketat konsep-konsep kesalehan dan wara’, yang paling terkenal adalah Ibnu Umar dengan cerita ruku’-nya yang terkenal yaitu saking lamanya ia ruku’ burung pun menganggapnya sebagai dahan pohon, Ali pun dikenal sebagai pemuda yang memiliki kesalehan yang luar biasa, begitu juga Abu Dzar al-Ghifari yang diterima periwayatan hadisnya oleh syi’ah. Umar, Khalifah kedua dalam sejarah Islam juga dikenal sebagai orang yang secara ketat dari kepemilikan harta, hingga tersebut bahwa ia hanya mempunyai dua baju, salah satunya mempunyai 70 tambalan. Disamping mereka, sungguh masih banyak lagi kisah-kisah mengagumkan dari para sahabat Nabi Islam.

Kesalehan tersebut disandarkan pada prilaku Nabi sendiri yang selalu hidup sederhana dan penuh dengan sifat-sifat mulia, yang dalam pandangan Aisyah,”akhlaquhu ka al-Qur’an yajri fi al-ard.” prilakunya bagaikan al-Qur’an yang berjalan di atas bumi. Sebuah ungkapan tentang contoh hidup (teladan) dari sebuah idealisme Islam. Sehingga wajar tatkala Muhammad wafat, banyak para sahabat yang yang merasa sedih kehilangan beliau, bahkan ketika haji wada’ (haji perpisahan)para sahabat telah banyak yang menangis karena kata-kata Nabi telah menandakan bahwa beliau akan meninggal.

Pada saat Tabi’in hidup pada abad pertengahan awal hijriah, memang telah ada sekelompok orang yang menyerahkan hidupnya hanya untuk Allah, diantaranya yang hidup pada 21-110 H/728 M adalah Hasan al-Bashri, dari kalangan Tabi’in Madinah tapi kemudian menetap di Bashrah, ia mengenalkan konsep zuhud menolak segala kesenangan dunia, khauf (takut)akan segala bentuk dosa, dan raja’ yaitu pengharapan akan mardlotillah, Hasan melihat bahwa umat Islam pada saat itu telah banyak terjebak pada kesenangan duniawi, kesenangan yang banyak didapat karena dunia Islam telah berada pada masa kemakmuran, para pejabatnya banyak terbuai, mereka menghiasi dirinya dengan kemegahan dan kemewahan yang tidak dicontohka oleh Nabi.

Ia membentuk sebuah majlis dan mewariskan ajaran-ajarannya pada murid-murid dalam majlisnya yang terletak di Bahsrah. Jadi wajar jika kemudian Bashrah menjadi cluster perkembangan tasawuf tahap awal.

Selain Hasan al-Basri, tokoh sufi terkenal lainnya adalah Rabi’ah al-Adawiyah yang lahir pada 95H/713M di Basrah, ia terkenal dengan Hubb Allah-nya, sufi perempuan pertama yang terkenal ini mengenalkan konsep hub allah dalam pengertian yang kuat dan emosional. Memang istilah hubb bisa kita temukan dari hadis-hadis Nabi, tapi konsep hubb dalam Rabi’ah al-Adawiyah telah mengantarkannya pada esoteric cinta. Ia meninggal pada 185H/801M dalam kesendiriannya di dalam gua yang selama ini menjadi tempatnya berasyik masyuk dengan Sang Tuhan.

Tidak dijelaskan apakah Rabi’ah pernah berguru pada Hasan al-Bashri, tapi beberapa sejarawan ada yang mencatatnya telah pernah bertemu dengan Hasan al-Bashri, tapi tentu saat itu usia Rabiah masihlah sangat muda. Jika ia bertemu pada tahun 110 pada akhir masa al-Bashri tentu Rabiah masih berusia 15 tahun. Tapi yang jelas menurut sejarah ia berguru pada Sufyan al-Tsauri (97-161 H), yang juga salah seorang zahid generasi awal.

Tapi terus terang pada masa diatas penggunaan nama sufi masih belum penulis temukan kecuali pendapat Abd al-Rahman al Jami yang mengatakan bahwa pada masa ini telah ada seorang zahid bernama abu Hasyim al-Kufi (w.776 M) yang hidup di kufah telah disebut sebagai sufi,1 tapi pendapat ini tidak sesuai dengan pendapat kebanyakan pengamat sejarah Islam, jadi wajar jika sebagian sarjana Islam mengistilahkan masa diatas sebagai masa asketisme dan prilakunya disebut dengan zahid atau apa yang penulis sebut periode ini sebagai periode embrio tasawuf.

Tasawuf Awal dan Perkembangan

Pada masa Abbasiyah telah hadir Dzu al-Nun al-Mishri, ia dilahirkan di Mesir pada tahun 190-an Hijriah, dikenal sebagai pengkritik prilaku ahli hadis-Ulama fiqh, Hadis, dan teologi- yang dinilai mempunyai perselingkuhan dengan duniawi, sebuah kritikan yang membuat para Ahlu al-Hadist kebakaran jenggot dan mulai menyebut al-Mishri sebagai Zindiq, pada tingkat penolakan yang kuat oleh ahlu al-hadist membuat ia memutuskan untuk pergi ke Baghdad yang saat itu dipimpin oleh khalifah al-Mutawakkil, setelah ia diterima oleh khalifah dan dikenal dalam lingkungan istana, pihak Mesir pun menjadi segan kepadanya, al-Mishri dikenal sebagai orang pertama yang mengenalkan maqamat dalam dunia sufi dan telah dikenal sebagai sufi yang dikenal luas oleh para peneliti tasawuf. Pemikirannya menjadi permulaan sistematisasi perjalanan ruhani seorang sufi. Ia meninggal pada tahun 245 H di Qurafah Shugra dekat Mesir.

Setelah al-Misri, datang seorang sufi bernama Surri al-Saqathi pada 253 H, ia mengenalkan uzlah-uzlah yang sebelumnya hanya dikenal sebagai tindakan menyendiri secara personal, dikembangkan al-Saqathi menjadi “uzlah kolektif”, uzlah yang ditujukan untuk menghindari kehidupan duniawi yang melenakan ataupun kehidupan duniawi yang penuh degan pertentangan, intrik dan pertumpahan darah. Pada masa-masa diatas telah mulai dikenal istilah sufi di beberapa kalangan, sebuah sebutan bagi mereka yang menghindari secara ketat terhadap kesenangan duniawi dan memilih untuk memfokuskan diri pada perkara uhkrawi (kelak konsep uzlah inilah yang banyak dianut oleh tasawuf sunni dikemudian hari).2

Abu Yazid al-Bistami pada 260 H/873 M, seorang sufi Persia yang mulai mengenalkan konsep ittihad atau penyatuan asketis dengan Tuhan, penyatuan tersebut menurutnya dilalui dengan beberapa proses, mulai fana’ dalam dicinta, bersatu dengan yang dicinta, dan kekal bersamanya. wajar jika al-Bistami dianggap oleh Nicholson sebagai pendiri tasawuf dengan ide orisinil tentang wahdatul wujud di timur sebagaimana theosofi yang meruapakan kekhasan pemikiran Yunani.3

Pengaruh Abu Yazid saat itu sangat luas bukan hanya di dunia muslim tapi menembus hingga batas-batas agama. Tapi tentu ungkapan-ungkapan al-Bistami telah menghadirkan pertentangan dengan Ulama’ Hadis, mereka mengcam pandangan-pandangan pantheisme al-Bistami yang di anggap sesat.

Pasca al-Bishtami, al- Junaid pada 297 H/909 M hadir dengan coba mengkompromikan tasawuf dengan syariat,4 hal ini ia lakukan setelah melihat banyaknya pro-kontra antara sufi dan ahlu al-hadis5 di masanya, lagi pula al-Junaid juga mempunyai basik sebagai seorang ahli hadis dan fiqh. Dengan apa yang dilakukannya, al-Junaid berharap kalangan ortodoksi Islam tidak menghakimi kaum tasawuf sebagai kaum yang sesat. Dan rupanya al-Junaid berhasil, minimal ia telah mengubah cara pandang kalangan ortodoksi terhadap tasawuf. Tampil bersama dengan al-Junaid, al-Kharraj (277 H) yang juga menelurkan karya-karya kompromistis antara ortodoksi Islam dan tasawuf.

Al-Hallaj, murid al-Junaid yang hidup pada 244-309 H/858-922 M hadir dengan lebih berani dan radikal, sufi yang juga pernah berguru pada para guru sufi di bashra ini hadir dengan konsep hulul yaitu konsep wahdatul wujud dalam versi yang lain, jika al-Bistami memulainya dengan fana’ fillah, maka al-Hallaj mengemukakan pemikiran al-hulul yang berangkat dari dua sifat yang dipunyai manusia yaitu nasut dan lahut dengan cara mengosongkan nasut dan mengisinya dengan sifat lahut maka manusia bisa ber-inkarnasi dengan Allah atau yang terkenal dengan istilah hulul, dan seterusnya. Al-Hallaj tidak memakai tedeng aling-aling dalam menceritakan pengalaman spiritualnya dalam khalayak umum, baginya yang ada hanyalah Allah, tidak ada sesuatu pun yang harus ditutupi dari sebuah kebenaran, baginya kecintaan pada Allah dan “persetubuhan” dengan Allah dapatlah diraih, bahkan saat al-Hallaj dipasung ia sempat berkata,”Ya Allah ampunilah mereka yang tidak tahu, seandainya mereka tahu tentu mereka tidak akan melakukan hal ini”.6

Para sufi-sufi diatas kemudian diklasifikasikannya sebagai sufi falsafi dan sufi amali akhlaqi, diantara yang termasuk tasawuf falsafi adalah al-Hallaj, al-Farabi, dan al-Bistami, dan diantara yang menganut tasawuf amali adalah al-Junaid dan al-Kharraj7. Kaum falsafi biasanya diidentikkan dengan konsep sakr (kemabukan) dan isyraqiyah (pancaran), adapun tasawuf amali atau akhlaqi biasanya diknal dengan konsep sahw (ketenangan hati) dan zuhd.8

Tasawuf Masa Kematangan

Evolusi dunia tasawuf masih terus berlangsung dalam mencari bentuknya, pengalaman-pengalaman esoteric dan asketis diceritakan dan dirangkai secara ilmiah. Dipadukan dengan justifikasi-justifikasi ortodoksi.

Pada masa al-Ghazali (450-505 H/1058-1111 M), istilah-istilah tasawuf telah mendapatkan definisinya, ketika seorang sufi menyebut satu istilah, maka yang lainnya akan segera paham dengan apa yang dimaksud. Masa ini adalah masa titik puncak dimana tasawuf telah menemukan bentuknya. Menjadi seorang sufi pada masa ini tidaklah semudah menjadi sufi pada masa awal. Menjadi sufi pada masa ini haruslah melalui prasyarat-prasyrat yang telah dibangun oleh Ulama’-Ulama’ sebelumnya, terutama hal ini Nampak pada tradisi tasawuf amali yang banyak berlaku di kalangan sunni, sedangkan di kalangan syi’i pengaruh itu dapat kita temui hanya pada tataran pemikiran mulai dari neo-platonisme hingga menjadi theosofi pancaran/pencahayaan.

Al-Ghazali hadir menawan siapa saja yang melihatnya, ia menyerang budaya theosofi falsafi yang dianut oleh banyak para Filosuf dan sufi falsafi. Seperti halnya al-Junaid ia juga mencoba menarik kembali budaya-budaya sufistik ke dalam ortodoksi Islam, ia mengenalkan konsep ma’rifah sebagai jalan tengah pantheisme yang terjadi pada kaum falsafi. Banyak buku yang dilahirkannya, tapi petunjuk besarnya adalah kitab ihya’ ulum al-din yang ditulis mendekati akhir hidupnya di kota Makkah, karyanya yang paling tebal dan memuat apa saja yang harus dilakukan oleh seorang pencari Tuhan. Al-Ghazali menandai dimana era tasawuf dapat diterima secara luas di kalangan sunni tanpa rasa takut dihukum penguasa.9 Tasawuf dianggap sebagai jalan alternative yang begitu digandrungi.

Tapi pada saat itu pelembagaan amaliah-amaliah dalam pengajaran tasawuf belumlah terjadi. Amaliah dilakukan dengan fleksibel dan lebih berorientasi pada makna. Karangan-karangan Ulama’ masih diangap sebagai sebuah teori dalam ilmu sosial dan belum dianggap sebagai hukum layaknya dalam ilmu fisika.

Para murid yang berpindah-pindah guru setelah menyelesaikan suatu disiplin limu masih sesuatu yang lazim dilakukan. Tapi pada saat banyak tertariknya msyarakat luas akan dunia tasawuf dengan berbagai faktornya membuat para guru sufi merasa perlu untuk tetap memperhatikan perkembangan para murid yang berada dalam bimbingannya. Murid bimbingan yang awalnya hanya beberapa atau beberapa puluh, pada masa ini telah mekar menjadi beberapa ratus bahkan ribu hingga membuat para masayikh mengutus dan memercayakannya menjabat sebagai wakil dirinya di beberapa kesempatan dan tempat. Dari sini kemudian berlanjut pada madhab tasawuf guru siapa yang dianut.

Kristalisasi Tasawuf ke Tarekat

Tuntunan al-Ghazali dalam Ihya’ Ulum al-din dan Bidayah al-Hidayah rupanya telah diterjemahkan oleh para pengikut di sekitarnya dengan kelahiran amaliah-amaliah yang memerlukan panduan guru (syaikh). Jalan tasawuf biasanya diikuti dalam konteks kelompok. Kelompok para salikin (pencari Tuhan) yang mengitari Syaikh-nya, hal ini biasa disebut sebagai halaqah: Lingkaran. Para anggota halaqah berhubungan erat sebagai sesama musafir di jalan menuju Tuhan. Pada akhirnya ligkaran-lingkaran awal ini bergabung membentuk tarekat: jalan, persaudaran.10

Tarekat-tarekat itu sendiri muncul beranjak dari sebuah kesadaran membuat sistematika taqarrub kepada Allah dan dari sebuah kesadaran yang timbul dari para syeikh-Syeikh tarekat yang merasa perlu memberi sebuah thariqah pada murid-murid tarekat, sebuah jalan yang dianggap sebagai bentuk implementasi pemikiran tasawuf. Dari sana kemudian para masayikh memberikan binaan kepada muridnya dalam metodologi pencapaian makrifat.

Dari sana pula kemudian timbul bagaimana seorang murid harus memulai pencariannya untuk menemukan wujud Allah, kemudian diatur pula tentang bagaimana adab murid terhadap guru, juga bagaimana tatacara berdzikir pada Allah. Abu Sa’id Ibn Abi al-Khayr dianggap sebagai sufi petama yang menyusun aturan-aturan peribadatan dan menyusun kitab etika kehidupan komunal.11

Tarekat pertama yang berdiri secara resmi dalam dunia Islam adalah tarekat qadiriyah dengan syeikh agungnya Muhibbin Abu Muhammad Abdul al-Qodir al-Jilani pada 1166 M,12 setelah qadiriyah hadir tarekat rifaiyah yang didirikan oleh Ahmad Ar-Rifa’I (1175 M), tarekat Suhrawardi yang dinisbatkan pada Abu Nadjib al-Suhrawardi secara defacto didirikan oleh kemenakannya Umar al-Suhrawardi (1145-1234 M), tarekat maulawiyah menjadi terekat keempat yang muncul, tarekat ini muncul di Anatolia, didirikan oleh penggubah puisi mistik agung Jalaluddin al-Rumi (1273 M), syadiliyah menjadi terekat yang didirikan selanjutnya oleh Ali al-Shadhili (1256 M)-dari tarekat syadiliyah ini kemudian pada abad 15 berdiri tarekat isawiyah-, berlanjut ke tarekat badawiyah yang muncul di selatan Mesir didirikan oleh Ahmad Badawi (1274 M), naqsyabandiyah yang didirikan oleh Muhammad bin Muhammad Bahauddin al-Uwaisi al-Bukhari Naqsyabandi yang hidup pada 717-791 H/1318-1389 M menjadi terkat yang muncul setelah tarekat-tarekat sebelumnya, tarekat syattariyah yang didirikan oleh Abdullah al-Syattar, tarekat sanusiyah yang dinisbatkan pada Sidi (Sayyidi) Muhammad bin Ali al-Sanusi, seorang syaikh dari Algeria (1791-1859 M) yang berkembang luas di Afrika Utara.13

Sebagian tarekat diatas banyak dianut di daerah Asia Tengah dan Asia Tenggara termasuk beredar luas di Indonesia bahkan ada yang menfusikan menjadi tarekat qadiriyah-naqsyabandiyah, yaitu gabungan antara tarekat qadiriyah dan naqsyabandiyah.

Ada yang bertanya mengapa bukan tarekat taifuriyah yang notebene dinisbatkan pada tokoh sebelum orang-orang diatas, hal itu karena dalam terekat taifuriyah tidaklah didirikan oleh orang yang menjadi nisbat dalam nama tarekat tersebut tetapi didirikan oleh keturunannya ataupun oleh muridnya yang hidup setelah tokoh yang menjadi nisbat itu meninggal, atau tepatnya setelah kehidupan tarekat marak di dunia Islam.

Mereka rata-rata berbicara tentang tahapan-tahapan (maqamat-maqamat) yang harus dilalui seorang murid seperti apa yang telah penulis kemukakan diatas. Metode pencapaian Tuhan yang diterapkan oleh masayikh tersebut telah secara tidak langsung telah menelurkan lembaga-lembaga terekat yang menaungi para pengikut tarekat yang terdiri dari Syaikh, Murid, dan funduq (tempat penginapan) untuk melatih para murid tarekat dalam pencapaian menuju Tuhan. Dan biasanya bertempat di pedesaan atau pegunungan.

Periodesasi tarekat ini oleh Georges C. Anawati dipandang secara garis besar sebagai masa kemunduran gerakan sufisme. Karena bagi Anawati, pada masa ini secara garis besar tidak ada lagi ide yang orisinil yang muncul dari dunia tasawuf.14

Kesimpulan

Tasawuf berawal dari kesederhanaan dan kesalehan yang ditunjukkan dalam kehidupan Muhammad SAW dan para sahabatnya, sikap ini pada masa Umawiyah berkembang menjadi asketisme yang menekankan prilaku zuhd, khauf serta mahabbah oleh beberapa orang.

Generasi kedua kemudian lebih intens lagi dalam mensistematisir kualitas hubungannya dengan sang pencipta, hal itu kemudian menjadi penanda lahirnya tasawuf, dunia orang-orang yang berasyik masyuk dengan dunia spiritual keagamaan, tasawuf awal mengenalkan konsep uzlah kolektif kemudian pula dikenal maqamat-maqamat, setelah itu dikenal musyahadah kemudian dikenal wahdatul wujud, terus berkompromi dengan syariat menjadi mukasyafah. Dan kemudian mengkristal menjadi tarekat sebagai jalan untuk mereka yang ingin mencapai Tuhan dengan para syeikh-nya yang menjadi pembimbing.

Tentu, penyelidikan ini bukanlah penyelidikan yang final, studi yang lebih intens bisa dilakukan untuk menguak tabir evolusi tasawuf dalam dunia Islam, penelitian dapat dilanjutkan pada bagaimana sebuah pemikiran ber-metamorfosa, bagaimana pula pengaruh wilayah dan kehidupan para sufi berpengaruh terhadap jalan pemikirannya. Karena penulis beranggapan bahwa sebuah pemikiran tidak mengkin langsung mempunyai bentuk jika maternya tidak ada. Jadi pasti ada materi dan bentuk awal yang melandasi setiap pemikiran para sufi dan bagaimana ia mencerna zamannya dalam pemikirannya, jadi ada semacam keterkaitan pemikiran dengan pemikiran lain dan juga yang paling penting adalah pengalaman sufistik yang dialami oleh para sufi.

Yang perlu digali lagi adalah gerakan-gerakan yang terdapat dalam tarekat bagaimana ia bermula dan bagaimana pula ia dianggap sebagai sebuah riual dan kebenaran dalam mencari Tuhan. Bagaimana pula terdapat perbedaan yang sangat kontras antara gerakan satu tarekat dengan gerakan tarekat lain.

DAFTAR PUSTAKA

al-Jami, Abd al-Rahman, Nafahat al-Uns min Hadarat al-Quds:pancaran kaum sufi, ter. Kamran As’ad Irsyady,ed. Bioer R. Soenardi, Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2003

Ensiklopedi Islam, Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam jld.5, Ikhtiar Baru Van Houve, 1997, cet.4

Syukur, Amin, Menggugat Tasawuf, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999

Lammens, H,Islam, Beliefs and Institutions,New Delhi: Oriental Bokks, 1979.

Siregar, Rivay, Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo Klasik, Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2000

Anawati, Georges C, Philosophy, theology, and mysticism, dalam Legacy of Islam, ed. Joseph Schaht, Oxford: Oxford University Press, 1974

Sviri, Sara, Demikianlah Kaum Sufi Berbicara, Bandung: Pustaka Hidayah, 2002

Yafie, Ali, Syariah, Thariqah dan haqiqah, dalam kumpulan Artikel Yayasan Paramadina, Budhi Munawar Rachman (ed),Kontktualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah, Jakarta:Paramadina Press,tt

Lapidus, Ira M, Sejarah Sosial Umat Islam , Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999

1 Abd al-Rahman, al-Ja>mi, Nafahat al-Uns min Hadarat al-Quds:pancaran kaum sufi, ter. Kamran As’ad Irsyady,ed. Bioer R. Soenardi(Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2003), 3

2 Kata uzlah juga dikenal di kalangan tasawuf falsafi, uzlah dalam pandangan ini mengandung pengertian sebuah usaha untuk mencapai nalar rasional. Uzlah tipe ini dikemukakan oleh Ibnu Bajjah.Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam jld.5(Ikhtiar Baru Van Houve, 1997, cet.4), 154

3 Amin Syukur, Menggugat Tasawuf(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999),33

4 H.Lammens,Islam, Beliefs and Institutions,(New Delhi: Oriental Bokks, 1979), 126

5 Istilah ahli hadis pada masa itu tidak hanya dipakai untuk mereka yang memang punya spesifikasi hadis tapi juga para ulama fiqh, yang menyandarkan pendapatnya pada teks-tkes al-qur’an dan al-hadis.

6 Al-Hallaj dipasung oleh pemerintahan dinasti Abbasiyah pada tahun 923 M atas tuduhan paham sesat dan atas tuduhan terlibat dengan aliran syi’ah qaramiyah yang menentang dinasti Abbasiyah. Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam jld.5(Ikhtiar Baru Van Houve, 1997, cet.4), 74. Lih. Pula Ira M Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999), 172

7 Rivay Siregar, Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo Klasik(Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2000)69-141

8 Georges C. Anawati, Philosophy, theology, and mysticism, dalam Legacy of Islam, ed. Joseph Schaht(Oxford: Oxford University Press, 1974), 368

9 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam jld.2(Ikhtiar Baru Van Houve, 1997, cet.4),28

10 Sara Sviri, Demikianlah Kaum Sufi Berbicara (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002), 207

11 Ira M Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, 258

12 Ali YAfie, Syariah, Thariqah dan haqiqah, dalam kumpulan Artikel Yayasan Paramadina, Budhi Munawar Rachman (ed),Kontktualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah(Jakarta:Paramadina Press,tt),181. Tapi ada pula yang berpendapat bahwa tarekat qadiriyah jauh didirikan setelah Abdul Qadi>r al-Jila>ni meninggal. Tepatnya pada abad kemepat belas Masehi. Ira M Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, 260

13 H.Lammens,Islam, Beliefs and Institutions,136-137

14 Geoges C. Anawati, Philosophy, theology, and mysticism, 368


Baca Selengkapnya......