Entri Populer

Total Tayangan Halaman

Sabtu, 07 Februari 2009

PETRA CITY OF ROCK

Petra, Kota batu yang menjadi keajaiban dunia baru di Jordania
Uji Nyali di Atas Keledai saat Mendaki Seribu Anak Tangga

TAK PERNAH TERSESAT: Wisatawan menuju biara di puncak bukit dengan menaiki keledai. Foto Doan Widhiandono/JPNN

Jordania,- Mengunjungi kota kuno Petra tak lengkap rasanya jika belum sampai ke Al-Dayr atau biara di puncak bukit. Untuk mencapainya, pengunjung harus melalui ribuan anak tangga sepanjang tiga kilometer. Jika berjalan kaki butuh waktu 3 jam, berapa lama jika naik ”taksi”?

Catatan DOAN WIDHIANDONO, Petra, Jordania

SAYA menghampiri salah seorang pemilik ’’taksi’’. Dia seorang anak kecil yang berbahasa Inggris cukup lancar. Sangat membantu saya yang nul puthul (sama sekali tidak paham) bahasa Arab. Bocah itu berumur 12 tahun. Namanya Aid Audyah Aid. Sebagai pemuda keturunan suku Beddouin, leluhur Aid sudah menghuni kawasan tersebut belasan abad.

Hari itu, Jumat (28/12), Aid libur. Maka, di kawasan itu pun terlihat belasan anak lain yang ikut menjaga ’’taksi’’. Mereka berbaur bersama pemuda-pemuda yang juga memegang ’’taksi’’.

Jangan bayangkan taksi itu adalah sedan mulus. Taksi di kaki gunung menuju biara itu tak beroda empat, tapi berkaki empat. Taksi itu tidak punya tulisan taxi di puncaknya. Namun, taksi itu bertelinga panjang dan berekor. Bukan kuda, taksi ala Petra adalah keledai!

Karena itu, masalah argo harus diselesaikan sebelum penumpang melompat ke punggung keledai. Aid minta JD 30 (Rp 396 ribu). Saya tawar JD 25 (Rp 330 ribu). Deal! Lalu melompatlah saya ke punggung taksi berbulu hitam tersebut.

Saya memutuskan naik keledai untuk menghemat waktu 2-3 jam mendaki ke biara. Kata orang, naik keledai hanya perlu waktu sekitar satu jam. Mereka memang betul. Perjalanan dengan keledai jauh lebih cepat. Tapi, setidaknya bagi saya, perjalanan itu jauh lebih menakutkan.

Bukan hanya lantaran keledai tersebut terasa kecil dan ringkih. Namun, perjalanan itu begitu mendaki. Kadang ada belokan curam dan berputar balik dengan kemiringan hingga sekitar 60 derajat. Di beberapa sudut, jalan tampak berpasir licin. Di kanan-kiri jalan sempit itu, kerap dijumpai jurang dalam yang menganga.

Kadang, keledai yang saya tunggangi terasa seolah-olah mau masuk jurang. Tak jarang binatang itu rasanya ogah mendaki. Jalannya terasa lambat dan mengangguk-angguk. Beberapa kali ia berhenti di bibir jurang untuk mengambil ’’camilan’’ berupa semak-semak.

Bagi saya, mengerikan sekali menaiki keledai yang seolah-olah jalannya nggak fokus tersebut. Bayangan bahwa keledai adalah binatang yang bodoh begitu menghantui saya. Tentu tak lucu jika saya harus masuk jurang bersama keledai. Orang pasti bertanya-tanya, siapa yang bodoh? Keledainya atau yang mengendalikan?

Oh ya, keledai yang saya naiki memang tidak dikendalikan. Saya hanya duduk di punggungnya sembari berpegangan rapat pada sadel. Aid, pemilik keledai, berlari-lari di belakang keledai. Bocah kecil itu hanya berteriak-teriak sambil memukuli pantat keledainya.

Di tengah-tengah ketakutan, saya bertanya, mengapa keledai itu tidak dikendalikan? ’’Donkey knows the way,’’ kata Aid seraya tersenyum, seolah menertawakan ketakutan saya.

Benar juga. Meski tak dikendalikan, keledai tersebut tahu jalan mana yang harus diambil. Dia bisa menghindari jalan curam, memilih tanjakan yang landai, hingga menapaki anak tangga yang tak licin. Dulu jumlah anak tangga memang lebih dari seribu. Kini yang benar-benar bisa disebut anak tangga cuma sekitar 700.

Perjalanan dengan keledai memang lebih cepat. Di jalan sempit itu berkali-kali keledai saya menyalip rombongan turis yang berjalan terengah-engah. Tak sampai satu jam saya sudah tiba di puncak bukit di atas Wadi al Qattar.

Di puncak bukit yang relatif sepi turis tersebut Al Dayr atau biara berdiri. Seperti bangunan lain di Petra, Al Dayr dipahat di dinding cadas berwarna merah. Tingginya 48,3 meter dengan lebar 47 meter. Itu membuat biara menjadi monumen terbesar di Petra.

Interior biara berupa bangku panjang dari batu dan sebuah altar. Saat kejayaan bangsa Nabatea, biara dipakai sebagai tempat acara religius. Pada masa Bizantium, bangunan itu dipakai




Tidak ada komentar: